Dare to live until the very last. Dare to live forget about the past. Dare to live giving something of yourself to others, even when it seems there's nothing more left to give.
Thursday, May 15, 2008
Taman Wisata Iman Sitinjo Sidikalang
“Sitinjo, An Unique Spiritual Tourism Site.” Demikian sebuah media nasional berbahasa Inggris tanah air, 9 Januari 2005 menginterprestasikan panorama wisata alam religius Dairi yang akan kami singgahi. Letaknya di Kecamatan Sitinjo, 3 kilometer dari Kota Sidikalang.
Mobil masih melaju melintasi aspal hitam. Pemandangan di luar kabin seakan menarik kami untuk segera tiba di tujuan. Tak sabar rasanya. Fauzi, sang fotografer mulai sibuk menyetel kamera. “Ini pasti menarik,” katanya.
Labels:
Batak,
Dairi,
Pakpak,
Sidikalang,
Sitinjo,
Sumatera Utara,
Taman Wisata Iman
Wednesday, April 09, 2008
Belajar dari Kegagalan
Apakah namanya kegagalan dan apakah parameter yang menjadi ukuran kegagalan? Mungkin pertanyaan itu sudah terjawab kini bagiku. Menurut pendapat Penulis, ada tiga kegagalan yang paling banyak menyita perhatian seorang manusia seperti aku. Akhir-akhir ini aku merasa semakin banyak mencapai kegagalan di bidang akademis demikian juga di bidang pertumbuhan iman dan tak ketinggalan di bidang finansial. Kalau aku bertanya pada seorang motivator mungkin jawabannya "Kamu kurang bersemangat dalam mencapai cita-citamu." Lain lagi kalau aku bertanya kepada seorang rohaniwan, mungkin dia akan menjawab "Kamu kurang mendekatkan diri pada Tuhan dan menyerahkan segala permasalahanmu pada-Nya." Kalau aku bertanya seorang anak kost yang sama seperti aku, mungkin dia akan berkata "Kamu kurang berhemat dalan mengelola keuangan."
Labels:
Belajar dari Kegagalan,
Finansial,
Kegagalan,
Prestasi,
Rohani
Tuesday, April 08, 2008
Daftar SMA Negeri dan Swasta Terpopuler di Jakarta
Oleh Keishkara Hanandhita Putri
1. Sebutkan 5 SMU Negeri paling top atau paling populer?
* SMU Negeri 8
* SMU Negeri 28
* SMU Negeri 70
* SMU Negeri 68
* SMU Negeri 34
2. Sebutkan 5 SMU Swasta paling top atau paling populer?
* SMA KRISTEN I PENABUR
* SMA Labschool Rawamangun
* SMA Al-Izhar Pondok Labu
* Sekolah Pelita Harapan
* SMA ISLAM AL-AZHAR
1. Sebutkan 5 SMU Negeri paling top atau paling populer?
* SMU Negeri 8
* SMU Negeri 28
* SMU Negeri 70
* SMU Negeri 68
* SMU Negeri 34
2. Sebutkan 5 SMU Swasta paling top atau paling populer?
* SMA KRISTEN I PENABUR
* SMA Labschool Rawamangun
* SMA Al-Izhar Pondok Labu
* Sekolah Pelita Harapan
* SMA ISLAM AL-AZHAR
Wednesday, April 02, 2008
Pembahasan UTS HAPID 2007
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
PEMBAHASAN UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Hari, Tanggal : Kamis, 5 April 2007
Kelas : A, B, C, D, E.
Oleh:
Kardoman Tumangger (110110060381)
Bagian I
a. Bagaimana rumusan definisi Hukum Acara Pidana menurut Mr. J. M. van Bammelen dan bandingkan dengan rumusan dari Mr. Simons, manakah yang lebih tepat dan apa alasannya? Jelaskan!
Jawab:
Mr. J. M. van Bammelen
Hukum Acara Pidana adalah sekumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana negara bila dihadapkan pada suatu kejadian/ keadaan yang menimbulkan syakwasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimuka dan oleh hakim suatu keputusan mengenai bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti dan bagaimana keputusan dijalankan.
Mr. Simons
Hukum Acara Pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur bagaimana negara dengan menggunakan alat-alatnya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman.
Rumusan yang paling tepat adalah rumusan dari Mr. J. M. van Bammelen karena rumusan Mr. Simons terlalu sempit dimana hanya menitikberatkan kepada caranya bagaimana hukum pidana materiil harus dilaksanakan dan karenanya diabaikan tugas utama dari Hukum Acara Pidana yaitu mencari dan mendapatkan kebenaran selengkap-lengkapnya tentang apakah perbuatan itu terjadi dan siapakah yang dapat dipersalahkan (mencari kebenaran materiil). Kelemahan lain daripada definisi Mr. Simons adalah karena definisi itu tidak memuat tujuan, selain itu putusan hakim tidak selamanya memberi hukuman.
b. Kapan Hukum Acara Pidana mulai berjalan dan apakah tujuannya? Untuk apa negara membuat Hukum Acara Pidana dan kepentingan hukum siapa yang harus dijamin dalam pelaksanaannya?
Jawab:
Hukum Acara Pidana mulai berjalan saat diduga telah terjadi tindak pidana atau pelanggaran pidana. Misalnya diduga akan terjadi pembunuhan, maka pada saat itulah Hukum Acara Pidana mulai berjalan misalnya Polisi melakukan penyelidikan sampai penuntutan. Tujuannya sebisa mungkin untuk menghindari terjadinya tindak pidana dan mempermudah proses selanjutnya mulai dari penangkapan, penahanan, pengumpulan bukti-bukti sampai ke penuntutan dan persidangan.
Negara membuat Hukum Acara Pidana adalah untuk menjamin kepentingan umum dan kepentingan hukum terdakwa/ tersangka. Menjamin kepentingan umum berarti melindungi kepentingan hukum masyarakat sedangkan menjamin kepentingan hukum terdakwa/tersangka berarti melindungi terdakwa/tersangka dari pelecehan harkat dan martabat kemanusiaannya. Kepentingan hukum yang harus dijamin dalam pelaksanaannya adalah kepentingan hukum terdakwa/ tersangka.
c. Siapakah yang dimaksud dengan pegawai penyidik, dengan cara bagaimana dapat mengetahui telah terjadi tindak pidana?
Jawab:
Pegawai penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Cara mengetahui telah terjadi tindak pidana:
1) Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana.
2) Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
3) Tertangkap tangan adalah:
Perbuatan yang dilakukan atau sedang/ tengah dilakukan,
Perbuatan yang diketahui segera setelah dilakukan,
Perbuatan yang segera setelah dilakukan diteriaki oleh khalayak ramai,
Perbuatan bila pada diri tersangka terdapat benda atau sesuatu yang dapat dapat membuktikan atau menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana
4) Mengetahui sendiri yaitu jika tersangka tertangkap tangan oleh polisi.
d. Apakah yang dimaksud dengan penyidikan, dan barang apa saja yang harus dikumpulkan, dan jelaskan untuk apa tujuannya?
Jawab:
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ayat (2) KUHAP).
Barang yang harus dikumpulkan (Pasal 39 KUHAP)
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan;
f. Benda yang berada dalam sitaan perdata atau karena pailit untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara.
e. Berapa lama penyidik untuk kepentingan penyidikan dapat melakukan penahanan terhadap seseorang tersangka, dimana penahanan itu dapat dilakukan dan apa syarat-syaratnya? Jelaskan!
Jawab:
Penyidik untuk kepentingan penyidikan dapat melakukan penahanan terhadap seseorang tersangka paling lama 60 hari yaitu 20 hari atas nama dan perintahnya sendiri dan dapat meminta perpanjangan kepada Penuntut Umum demi untuk kepentingan pemeriksaan, tidak lebih untuk “satu kali” perpanjangan saja dan terbatas 40 hari saja.
Seorang tersangka dapat ditahan:
Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Penahanan Rumah
Penahanan Kota
Syarat-syarat Penahanan (Pasal 21 ayat (1) KUHAP):
Tersangka atau terdakwa “diduga keras” sebagai pelaku tindak pidana yang bersangkutan
Dugaan yang keras itu didasarkan pada “bukti yang cukup”
Bagian II
a. Asas apa yang dikenal dalam penuntutan perkara pidana, apa artinya dan asas mana yang berlaku di Indonesia, dimana dasar hukumnya?
Jawab:
Asas-asas dalam Penuntutan
1) Asas Legaliteit (Legaliteit Beginsel)
Tiap-tiap orang yang telah terbukti, bahwa ia melakukan kejahatan atau pelanggaran harus dituntut didepan hakim, atau JPU wajib melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan pidana (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).
2) Asas Oppurtuniteit (Oppurtuniteit Beginsel)
Kejaksaan tidak wajib menuntut perkara kepada seseorang, walaupun telah diketahui benar-benar bahwa ia bersalah, atau JPU berwenang untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan pidana, dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk/ guna kepentingan umum (deponering) diatur dalam Pasal 32 huruf e UU No. 15 Tahun 1991.
Asas yang berlaku di Indonesia adalah asas Legaliteit. Dasar hukumnya Pasal 140 ayat (1) KUHAP. Selain itu, dikenal juga asas penghentian penuntutan (SP3) yang ada di Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP. Meskipun KUHAP menganut asas legaliteit, namun KUHAP sendiri masih memberi kemungkinanya mempergunakan asas oppurtuniteit seperti diakuinya di penjelasan Pasal 77 KUHAP dan ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 32 huruf e UU No. 15 Tahun 1991.
b. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan? Dan mengapa surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana? Bagaimana pendapat Mr. Trapman mengenai hal ini? Jelaskan!
Jawab:
Surat Dakwaan adalah suatu surat/ akte yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik/ pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa dan surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim di sidang pengadilan.
Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana karena dalam surat dakwaan memuat syarat formal dan syarat material. Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan tanggal dan tanda tangan JPU dan identitas terdakwa seperti nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka/ terdakwa. Syarat material memuat unsur mengenai uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).
Pendapat Mr. Trapman mengenai hal ini
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Apa yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu oleh Jaksa/ PU bila menerima pelimpahan berkas perkara yang telah lengkap dari pegawai penyidik? Jelaskan!
Jawab:
Yang harus dipertimbangkan oleh Jaksa/ PU adalah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan Obsucure Libbel? Jelaskan apa saja syarat-syaratnya agar tidak dinyatakan obscure.
Jawab:
Surat Dakwaan Obsucure Libbel adalah surat dakwaan yang kabur atau tidak jelas sehingga dapat berakibat hukum “dapat dibatalkan” atau “batal demi hukum”. Kekurangan syarat formal dalam surat dakwaan mengakibatkan surat dakwaan dapat dibatalkan, sedangkan kekurangan syarat materiil mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Kekurangan syarat material misalnya surat dakwaan tidak terang dalam menjelaskan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, surat dakwaan mengandung pertentangan satu dengan yang lain misalnya terdakwa didakwa “turut melakukan dan membantu melakukan”.
Syarat-syarat Surat Dakwaan
a) Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan tanggal dan tanda tangan JPU dan identitas terdakwa seperti nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka/ terdakwa.
b) Syarat material memuat unsur mengenai uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).
e. Sebutkan bentuk-bentuk surat dakwaan yang saudara kenal, jelaskan arti serta perbedaannya, apabila harus diubah apa tujuan dari perubahan surat dakwaan tersebut?
Jawab:
Bentuk-bentuk Syarat Dakwaan
a) Surat Dakwaan Tunggal/ Biasa
Dibuat apabila JPU yakin atas perbuatan seorang terdakwa atau beberapa terdakwa.
Misalnya cukup bisa didakwakan satu jenis tindak pidana saja (misal Pencurian Pasal 362 KUHP), melakukan suatu perbuatan tetapi melanggar beberapa ketentuan pidana/ Concursu idealis (Pasal 63 KUHP), melakukan perbuatan berlanjut/ Voorgezette handeling (Pasal 64 ayat (1) KUHP).
b) Surat Dakwaan Alternatif
Dibuat apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, tetapi JPU ragu-ragu tentang tindak pidana apa yang paling tepat untuk didakwakan sehingga surat dakwaan yang dibuat merupakan alternatif bagi hakim memutus perkaranya.
Misalnya:
Tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) atau Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
Dapat pula tindak pidana pembantuan atau tindak pidana turut serta.
c) Surat Dakwaan Subsidair
Dibuat apabila ada permasalahan mengenai kualifikasi dari tindak pidana yang akan didakwakan, apakah tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau ringan, sehingga penyusunannya dengan urutan pasal terberat lebih dahulu baru pasal yang paling ringan ancamannya.
Misalnya:
Primair : Melanggar Pasal 340 KUHP
Subsidair : Melanggar Pasal 338 KUHP
Lebih Subsidair : Melanggar Pasal 355 KUHP, dst.
Dakwaan primair harus dibuktikan lebih dahulu, bila tidak terbukti kemudian dakwaan subsidair harus dibuktikan, demikian seterusnya.
d) Surat Dakwaan Kumulatif
Apabila ada beberapa tindak pidana yang tidak berhubungan antara tindak pidana yang satu dengan yang lainnya (berdiri sendiri atau dianggap berdiri sendiri), dan harus dibuktikan semuanya satu persatu, namun hanya dimintakan satu pidana saja (Perhatikan Pasal 63 s.d Pasal 71)
Misalnya:
Dakwaan Pertama (I).
Primair : Pembunuhan yang direncanakan (Pasal 340 KUHP)
Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
Lebih subsider : Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian (Pasal 355 KUHP)
Dakwaan Kedua (II)
Primair : Penganiayaan yang mengakibatkan cacat (Pasal 355 KUHP)
Subsidair : Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP)
Dakwaan Ketiga (III) : Pencurian mobil (Pasal 361 KUHP)
Bagian III
a. Jelaskan apa arti dari kompetensi mengadili yang relatif dan absolut, berikan contohnya.
Jawab:
Kompetensi mengadili relatif
Kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan sejenis akan tetapi masih termasuk di dalam satu lingkungan peradilan yang sama.
Pengadilan sejenis adalah pengadilan yang sederajat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, misalnya Pengadilan Negeri Sidikalang dengan Pengadilan Negeri Medan.
Kompetensi mengadili absolut
Kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan tidak sejenis akan tetapi masih di dalam sati lingkungan peradilan yang sama.
Pengadilan yang tidak sejenis ini diakibatkan dikenalnya empat lingkungan peradilan yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara. Masing-masing pengadilan ini diberi kewenangan mutlak untuk mengadili dan memeriksa kasus-kasus tertentu yang masuk lingkup kekuasaannya.
b. Forum-forum apa sajakah yang memberikan kewenangan pada Pengadilan Negeri untuk mengadili perkara? Jelaskan artinya.
Jawab:
Forum-forum yang memberikan kewenangan pada Pengadilan Negeri:
• Forum Komisionis, artinya kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili setiap perkara yang dilakukan di daerah hukumnya. Asas yang dipakai yaitu “tempat terjadinya tindak pidana dilakukan (locus delicti)” berdasarkan Pasal 84 ayat (1) KUHAP.
Dalam forum ini dikenal beberapa teori dalam penentuan tempat terjadinya tindak pidana yaitu:
Teori perbuatan materiil, menentukan locus delicti berdasarkan tempat di daerah hukum mana “perbuatan” pidana dilakukan serta “akibat yang timbul terjadi pada daerah hukum yang sama”.
Teori instrumen, menentukan locus delicti berdasarkan “alat yang dipergunakan” dan “dengan alat itu tindak pidana diselesaikan dari suatu tempat”.
Teori akibat, menentukan locus delicti berdasarkan “akibat” perbuatan tindak pidana, bukan ditentukan oleh perbuatan.
• Forum Domisili, artinya berdasarkan tempat tinggal terdakwa dan “sebagian besar” saksi yang akan dipanggil, berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, sekaligus menyampingkan asas locus delicti. Dapat terjadi dalam dua keadaan yaitu pertama apabila terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri dimana sebagian besar saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal, maka PN yang berwenang adalah PN dimana tempat tinggal terdakwa, tetapi apabila sebagian besar saksi bertempat tinggal di wilayah hukum PN yang berbeda dengan terdakwa, maka PN dimana sebagian besar saksi bertempat tinggal yang berwenang, kedua tempat kediaman terakhir terdakwa dengan syarat sebagian besar saksi yang akan dipangil bertempat tinggal di daerah hukum PN yang sama dengan daerah hukum PN tempat tinggal terakhir terdakwa.
• Forum Apherensionis, artinya tempat dimana terdakwa diketemukan atau tempat dimana terdakwa ditahan dengan syarat sebagian besar saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal di wilayah hukum PN dimana terdakwa ditemukan dan ditahan.
c. Apa yang menyebabkan terjadinya Jurisdictie Geschill, dan siapakah yang berwenang untuk memutusnya? Jelaskan!
Jawab:
Jurisdictie Geschill berdasarkan Pasal 150 KUHAP terjadi karena:
a) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
b) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
Yang berwenang memutus berdasarkan Pasal 151 KUHAP, yaitu:
a. Pengadilan Tinggi memutus sengketa wewenang mengadili yang terjadi di antara dua atau lebih Pengadilan Negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
b. Mahkamah Agung yang memutus pada tingkat pertama dan terakhir tentang semua sengketa mengadili:
1) Antara pengadilan dari suatu lingkungan dengan lingkungan pengadilan yang lain
Misalnya sengketa wewenang mengadili terjadi antara Pengadilan Militer pada suatu tempat dengan Pengadilan Negeri setempat. Berarti terjadi sengketa mengadili antara lingkup Peradilan Umum dengan Peradilan Militer. Dalam hal seperti ini yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Agung. Wewenang MA dalam sengketa ini sifatnya langsung sebagai instansi pertama dan terakhir,
2) Sengketa antar dua Pengadilan Negeri yang berkekedudukan di daerah hukum Pengadilan Tinggi yang berlainan,
3) Sengketa antara dua Pengadilan Tinggi atau lebih.
d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pre Judicial Geschill, berikan contohnya.
Jawab:
Pre Judicial Geschill adalah sengketa pengadilan yang timbul dari sengketa yang diperiksa dimana pengadilan yang sedang memeriksa tidak berwenang untuk memutus perkara yang baru timbul tersebut, sehingga diperlukan pengadilan lain yang berwenang lebih dahulu.
Contohnya ketika terjadi pengadilan pidana yang sedang berjalan diperlukan adanya penetapan dai pengadilan perdata, sehingga ditempuh terlebih dahulu pengadilan perdata.
Sengketa yang timbul yaitu antara Hakim dengan Jaksa Penuntut Umum. Apabila terjadi sengketa antara Hakim dengan Penuntut Umum maka Pengadilan mengeluarkan Surat Penetapan Penolakan Perkara (SP3).
e. Perlawanan/ verzet Jaksa/ PU terhadap penolakan pemeriksaan perkara oleh Hakim kemana dan kapan harus diajukan? Jelaskan!
Jawab:
Perlawanan/ Verzet Jaksa/ PU
Diajukan kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri, diajukan dalam tempo tujuh (7) hari terhitung sejak tanggal penerimaan Surat Penetapan di Kejaksaan Negeri.
Dibahas oleh:
Kardoman Tumangger (110110060381)
Kelas F
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Kritik dan saran ditujukan kepada:
Kardoman Tumangger
E-mail : doman_tumangger@yahoo.com
No. HP : (022) 92152414
Blog : http://kardomantumangger.blogspot.com
UNIVERSITAS PADJADJARAN
PEMBAHASAN UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Hari, Tanggal : Kamis, 5 April 2007
Kelas : A, B, C, D, E.
Oleh:
Kardoman Tumangger (110110060381)
Bagian I
a. Bagaimana rumusan definisi Hukum Acara Pidana menurut Mr. J. M. van Bammelen dan bandingkan dengan rumusan dari Mr. Simons, manakah yang lebih tepat dan apa alasannya? Jelaskan!
Jawab:
Mr. J. M. van Bammelen
Hukum Acara Pidana adalah sekumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana negara bila dihadapkan pada suatu kejadian/ keadaan yang menimbulkan syakwasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimuka dan oleh hakim suatu keputusan mengenai bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti dan bagaimana keputusan dijalankan.
Mr. Simons
Hukum Acara Pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur bagaimana negara dengan menggunakan alat-alatnya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman.
Rumusan yang paling tepat adalah rumusan dari Mr. J. M. van Bammelen karena rumusan Mr. Simons terlalu sempit dimana hanya menitikberatkan kepada caranya bagaimana hukum pidana materiil harus dilaksanakan dan karenanya diabaikan tugas utama dari Hukum Acara Pidana yaitu mencari dan mendapatkan kebenaran selengkap-lengkapnya tentang apakah perbuatan itu terjadi dan siapakah yang dapat dipersalahkan (mencari kebenaran materiil). Kelemahan lain daripada definisi Mr. Simons adalah karena definisi itu tidak memuat tujuan, selain itu putusan hakim tidak selamanya memberi hukuman.
b. Kapan Hukum Acara Pidana mulai berjalan dan apakah tujuannya? Untuk apa negara membuat Hukum Acara Pidana dan kepentingan hukum siapa yang harus dijamin dalam pelaksanaannya?
Jawab:
Hukum Acara Pidana mulai berjalan saat diduga telah terjadi tindak pidana atau pelanggaran pidana. Misalnya diduga akan terjadi pembunuhan, maka pada saat itulah Hukum Acara Pidana mulai berjalan misalnya Polisi melakukan penyelidikan sampai penuntutan. Tujuannya sebisa mungkin untuk menghindari terjadinya tindak pidana dan mempermudah proses selanjutnya mulai dari penangkapan, penahanan, pengumpulan bukti-bukti sampai ke penuntutan dan persidangan.
Negara membuat Hukum Acara Pidana adalah untuk menjamin kepentingan umum dan kepentingan hukum terdakwa/ tersangka. Menjamin kepentingan umum berarti melindungi kepentingan hukum masyarakat sedangkan menjamin kepentingan hukum terdakwa/tersangka berarti melindungi terdakwa/tersangka dari pelecehan harkat dan martabat kemanusiaannya. Kepentingan hukum yang harus dijamin dalam pelaksanaannya adalah kepentingan hukum terdakwa/ tersangka.
c. Siapakah yang dimaksud dengan pegawai penyidik, dengan cara bagaimana dapat mengetahui telah terjadi tindak pidana?
Jawab:
Pegawai penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Cara mengetahui telah terjadi tindak pidana:
1) Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana.
2) Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
3) Tertangkap tangan adalah:
Perbuatan yang dilakukan atau sedang/ tengah dilakukan,
Perbuatan yang diketahui segera setelah dilakukan,
Perbuatan yang segera setelah dilakukan diteriaki oleh khalayak ramai,
Perbuatan bila pada diri tersangka terdapat benda atau sesuatu yang dapat dapat membuktikan atau menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana
4) Mengetahui sendiri yaitu jika tersangka tertangkap tangan oleh polisi.
d. Apakah yang dimaksud dengan penyidikan, dan barang apa saja yang harus dikumpulkan, dan jelaskan untuk apa tujuannya?
Jawab:
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ayat (2) KUHAP).
Barang yang harus dikumpulkan (Pasal 39 KUHAP)
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan;
f. Benda yang berada dalam sitaan perdata atau karena pailit untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara.
e. Berapa lama penyidik untuk kepentingan penyidikan dapat melakukan penahanan terhadap seseorang tersangka, dimana penahanan itu dapat dilakukan dan apa syarat-syaratnya? Jelaskan!
Jawab:
Penyidik untuk kepentingan penyidikan dapat melakukan penahanan terhadap seseorang tersangka paling lama 60 hari yaitu 20 hari atas nama dan perintahnya sendiri dan dapat meminta perpanjangan kepada Penuntut Umum demi untuk kepentingan pemeriksaan, tidak lebih untuk “satu kali” perpanjangan saja dan terbatas 40 hari saja.
Seorang tersangka dapat ditahan:
Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Penahanan Rumah
Penahanan Kota
Syarat-syarat Penahanan (Pasal 21 ayat (1) KUHAP):
Tersangka atau terdakwa “diduga keras” sebagai pelaku tindak pidana yang bersangkutan
Dugaan yang keras itu didasarkan pada “bukti yang cukup”
Bagian II
a. Asas apa yang dikenal dalam penuntutan perkara pidana, apa artinya dan asas mana yang berlaku di Indonesia, dimana dasar hukumnya?
Jawab:
Asas-asas dalam Penuntutan
1) Asas Legaliteit (Legaliteit Beginsel)
Tiap-tiap orang yang telah terbukti, bahwa ia melakukan kejahatan atau pelanggaran harus dituntut didepan hakim, atau JPU wajib melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan pidana (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).
2) Asas Oppurtuniteit (Oppurtuniteit Beginsel)
Kejaksaan tidak wajib menuntut perkara kepada seseorang, walaupun telah diketahui benar-benar bahwa ia bersalah, atau JPU berwenang untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan pidana, dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk/ guna kepentingan umum (deponering) diatur dalam Pasal 32 huruf e UU No. 15 Tahun 1991.
Asas yang berlaku di Indonesia adalah asas Legaliteit. Dasar hukumnya Pasal 140 ayat (1) KUHAP. Selain itu, dikenal juga asas penghentian penuntutan (SP3) yang ada di Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP. Meskipun KUHAP menganut asas legaliteit, namun KUHAP sendiri masih memberi kemungkinanya mempergunakan asas oppurtuniteit seperti diakuinya di penjelasan Pasal 77 KUHAP dan ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 32 huruf e UU No. 15 Tahun 1991.
b. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan? Dan mengapa surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana? Bagaimana pendapat Mr. Trapman mengenai hal ini? Jelaskan!
Jawab:
Surat Dakwaan adalah suatu surat/ akte yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik/ pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa dan surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim di sidang pengadilan.
Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana karena dalam surat dakwaan memuat syarat formal dan syarat material. Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan tanggal dan tanda tangan JPU dan identitas terdakwa seperti nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka/ terdakwa. Syarat material memuat unsur mengenai uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).
Pendapat Mr. Trapman mengenai hal ini
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Apa yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu oleh Jaksa/ PU bila menerima pelimpahan berkas perkara yang telah lengkap dari pegawai penyidik? Jelaskan!
Jawab:
Yang harus dipertimbangkan oleh Jaksa/ PU adalah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan Obsucure Libbel? Jelaskan apa saja syarat-syaratnya agar tidak dinyatakan obscure.
Jawab:
Surat Dakwaan Obsucure Libbel adalah surat dakwaan yang kabur atau tidak jelas sehingga dapat berakibat hukum “dapat dibatalkan” atau “batal demi hukum”. Kekurangan syarat formal dalam surat dakwaan mengakibatkan surat dakwaan dapat dibatalkan, sedangkan kekurangan syarat materiil mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Kekurangan syarat material misalnya surat dakwaan tidak terang dalam menjelaskan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, surat dakwaan mengandung pertentangan satu dengan yang lain misalnya terdakwa didakwa “turut melakukan dan membantu melakukan”.
Syarat-syarat Surat Dakwaan
a) Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan tanggal dan tanda tangan JPU dan identitas terdakwa seperti nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka/ terdakwa.
b) Syarat material memuat unsur mengenai uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti).
e. Sebutkan bentuk-bentuk surat dakwaan yang saudara kenal, jelaskan arti serta perbedaannya, apabila harus diubah apa tujuan dari perubahan surat dakwaan tersebut?
Jawab:
Bentuk-bentuk Syarat Dakwaan
a) Surat Dakwaan Tunggal/ Biasa
Dibuat apabila JPU yakin atas perbuatan seorang terdakwa atau beberapa terdakwa.
Misalnya cukup bisa didakwakan satu jenis tindak pidana saja (misal Pencurian Pasal 362 KUHP), melakukan suatu perbuatan tetapi melanggar beberapa ketentuan pidana/ Concursu idealis (Pasal 63 KUHP), melakukan perbuatan berlanjut/ Voorgezette handeling (Pasal 64 ayat (1) KUHP).
b) Surat Dakwaan Alternatif
Dibuat apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, tetapi JPU ragu-ragu tentang tindak pidana apa yang paling tepat untuk didakwakan sehingga surat dakwaan yang dibuat merupakan alternatif bagi hakim memutus perkaranya.
Misalnya:
Tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) atau Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
Dapat pula tindak pidana pembantuan atau tindak pidana turut serta.
c) Surat Dakwaan Subsidair
Dibuat apabila ada permasalahan mengenai kualifikasi dari tindak pidana yang akan didakwakan, apakah tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau ringan, sehingga penyusunannya dengan urutan pasal terberat lebih dahulu baru pasal yang paling ringan ancamannya.
Misalnya:
Primair : Melanggar Pasal 340 KUHP
Subsidair : Melanggar Pasal 338 KUHP
Lebih Subsidair : Melanggar Pasal 355 KUHP, dst.
Dakwaan primair harus dibuktikan lebih dahulu, bila tidak terbukti kemudian dakwaan subsidair harus dibuktikan, demikian seterusnya.
d) Surat Dakwaan Kumulatif
Apabila ada beberapa tindak pidana yang tidak berhubungan antara tindak pidana yang satu dengan yang lainnya (berdiri sendiri atau dianggap berdiri sendiri), dan harus dibuktikan semuanya satu persatu, namun hanya dimintakan satu pidana saja (Perhatikan Pasal 63 s.d Pasal 71)
Misalnya:
Dakwaan Pertama (I).
Primair : Pembunuhan yang direncanakan (Pasal 340 KUHP)
Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
Lebih subsider : Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian (Pasal 355 KUHP)
Dakwaan Kedua (II)
Primair : Penganiayaan yang mengakibatkan cacat (Pasal 355 KUHP)
Subsidair : Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP)
Dakwaan Ketiga (III) : Pencurian mobil (Pasal 361 KUHP)
Bagian III
a. Jelaskan apa arti dari kompetensi mengadili yang relatif dan absolut, berikan contohnya.
Jawab:
Kompetensi mengadili relatif
Kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan sejenis akan tetapi masih termasuk di dalam satu lingkungan peradilan yang sama.
Pengadilan sejenis adalah pengadilan yang sederajat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, misalnya Pengadilan Negeri Sidikalang dengan Pengadilan Negeri Medan.
Kompetensi mengadili absolut
Kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan tidak sejenis akan tetapi masih di dalam sati lingkungan peradilan yang sama.
Pengadilan yang tidak sejenis ini diakibatkan dikenalnya empat lingkungan peradilan yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara. Masing-masing pengadilan ini diberi kewenangan mutlak untuk mengadili dan memeriksa kasus-kasus tertentu yang masuk lingkup kekuasaannya.
b. Forum-forum apa sajakah yang memberikan kewenangan pada Pengadilan Negeri untuk mengadili perkara? Jelaskan artinya.
Jawab:
Forum-forum yang memberikan kewenangan pada Pengadilan Negeri:
• Forum Komisionis, artinya kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili setiap perkara yang dilakukan di daerah hukumnya. Asas yang dipakai yaitu “tempat terjadinya tindak pidana dilakukan (locus delicti)” berdasarkan Pasal 84 ayat (1) KUHAP.
Dalam forum ini dikenal beberapa teori dalam penentuan tempat terjadinya tindak pidana yaitu:
Teori perbuatan materiil, menentukan locus delicti berdasarkan tempat di daerah hukum mana “perbuatan” pidana dilakukan serta “akibat yang timbul terjadi pada daerah hukum yang sama”.
Teori instrumen, menentukan locus delicti berdasarkan “alat yang dipergunakan” dan “dengan alat itu tindak pidana diselesaikan dari suatu tempat”.
Teori akibat, menentukan locus delicti berdasarkan “akibat” perbuatan tindak pidana, bukan ditentukan oleh perbuatan.
• Forum Domisili, artinya berdasarkan tempat tinggal terdakwa dan “sebagian besar” saksi yang akan dipanggil, berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, sekaligus menyampingkan asas locus delicti. Dapat terjadi dalam dua keadaan yaitu pertama apabila terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri dimana sebagian besar saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal, maka PN yang berwenang adalah PN dimana tempat tinggal terdakwa, tetapi apabila sebagian besar saksi bertempat tinggal di wilayah hukum PN yang berbeda dengan terdakwa, maka PN dimana sebagian besar saksi bertempat tinggal yang berwenang, kedua tempat kediaman terakhir terdakwa dengan syarat sebagian besar saksi yang akan dipangil bertempat tinggal di daerah hukum PN yang sama dengan daerah hukum PN tempat tinggal terakhir terdakwa.
• Forum Apherensionis, artinya tempat dimana terdakwa diketemukan atau tempat dimana terdakwa ditahan dengan syarat sebagian besar saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal di wilayah hukum PN dimana terdakwa ditemukan dan ditahan.
c. Apa yang menyebabkan terjadinya Jurisdictie Geschill, dan siapakah yang berwenang untuk memutusnya? Jelaskan!
Jawab:
Jurisdictie Geschill berdasarkan Pasal 150 KUHAP terjadi karena:
a) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
b) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
Yang berwenang memutus berdasarkan Pasal 151 KUHAP, yaitu:
a. Pengadilan Tinggi memutus sengketa wewenang mengadili yang terjadi di antara dua atau lebih Pengadilan Negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
b. Mahkamah Agung yang memutus pada tingkat pertama dan terakhir tentang semua sengketa mengadili:
1) Antara pengadilan dari suatu lingkungan dengan lingkungan pengadilan yang lain
Misalnya sengketa wewenang mengadili terjadi antara Pengadilan Militer pada suatu tempat dengan Pengadilan Negeri setempat. Berarti terjadi sengketa mengadili antara lingkup Peradilan Umum dengan Peradilan Militer. Dalam hal seperti ini yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Agung. Wewenang MA dalam sengketa ini sifatnya langsung sebagai instansi pertama dan terakhir,
2) Sengketa antar dua Pengadilan Negeri yang berkekedudukan di daerah hukum Pengadilan Tinggi yang berlainan,
3) Sengketa antara dua Pengadilan Tinggi atau lebih.
d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pre Judicial Geschill, berikan contohnya.
Jawab:
Pre Judicial Geschill adalah sengketa pengadilan yang timbul dari sengketa yang diperiksa dimana pengadilan yang sedang memeriksa tidak berwenang untuk memutus perkara yang baru timbul tersebut, sehingga diperlukan pengadilan lain yang berwenang lebih dahulu.
Contohnya ketika terjadi pengadilan pidana yang sedang berjalan diperlukan adanya penetapan dai pengadilan perdata, sehingga ditempuh terlebih dahulu pengadilan perdata.
Sengketa yang timbul yaitu antara Hakim dengan Jaksa Penuntut Umum. Apabila terjadi sengketa antara Hakim dengan Penuntut Umum maka Pengadilan mengeluarkan Surat Penetapan Penolakan Perkara (SP3).
e. Perlawanan/ verzet Jaksa/ PU terhadap penolakan pemeriksaan perkara oleh Hakim kemana dan kapan harus diajukan? Jelaskan!
Jawab:
Perlawanan/ Verzet Jaksa/ PU
Diajukan kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri, diajukan dalam tempo tujuh (7) hari terhitung sejak tanggal penerimaan Surat Penetapan di Kejaksaan Negeri.
Dibahas oleh:
Kardoman Tumangger (110110060381)
Kelas F
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Kritik dan saran ditujukan kepada:
Kardoman Tumangger
E-mail : doman_tumangger@yahoo.com
No. HP : (022) 92152414
Blog : http://kardomantumangger.blogspot.com
Wednesday, March 05, 2008
BLBI dan Kejaksaan - KPK
KPK Mengambil Alih Kasus BLBI?
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM.
Rabu, 5 Maret 2008
www.kompas.com
Penangkapan UTG, Kepala Tim Jaksa Pemeriksa Kasus BLBI, oleh KPK berikut barang bukti uang 660.000 dollar AS mengundang kecurigaan.
Di media, melalui Jampidsus, Kejagung membantah keterkaitan itu meski KPK belum selesai menyelidiki UTG dan AS. Pernyataan Kejagung itu sebenarnya prematur dan tidak etis ketika KPK sedang melakukan penyidikan. Sebenarnya yang tepat membuat pernyataan itu adalah KPK. Kepanikan Kejagung dapat dipahami karena perbuatan UTG mencoreng lembaga Kejagung dalam pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda unggulan kabinet SBY.
Masalahnya kini, bagaimana jika dalam suatu proses penegakan hukum terjadi tindak pidana korupsi? Jika kemudian ditemukan keterkaitan antara uang Rp 6 miliar lebih dan penghentian penyelidikan kasus BLBI, pertanyaannya, apakah KPK dapat melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI?
Ada pendapat, KPK tidak dapat mengambil alih ”penanganan” kasus BLBI sesuai asas non-retroaktif. Selain itu, bagi KPK hanya berlaku UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001 dan tidak dapat menggunakan UU No 3/1971. Penyebabnya, kasus BLBI terjadi tahun 1998 dan UU No 31/1999 belum diundangkan.
Wewenang KPK
Pendapat hukum itu patut dicermati dengan pendekatan hukum pidana.
Pertama, wewenang KPK untuk mengambil alih telah diatur dalam UU KPK No 30/2002. Penegasan KPK dapat mengambil alih (Pasal 8 Ayat 2) dalam rangka supervisi (Pasal 6 huruf b), baik penyidikan maupun penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Dalam kasus UTG, KPK dapat mengambil alih jika penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi (Pasal 9 huruf d). Ketiga pasal itu mengisyaratkan, KPK dapat mengambil alih kasus BLBI.
Kedua, terkait masalah retroaktif secara normatif bunyi ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana sebagai asas hukum pidana, ditujukan terhadap perbuatan (sic!) untuk melindungi seseorang dari perlakuan sewenang-wenang penegak hukum dengan menggunakan UU yang berlaku setelah perbuatan itu dilakukan, di mana yang bersangkutan tidak mengetahui sebelumnya. Asas hukum non-retroaktif menegaskan, hanya terhadap perbuatan yang telah dikriminalisasi dalam suatu UU sebagai tindak pidana seseorang dapat dituntut dan dihukum.
Ketiga, tindak pidana korupsi telah dikriminalisasi sejak UU No 3/1971 berlaku sehingga perbuatan suap (aktif dan pasif) telah menjadi tindak pidana dan dapat dipidana sebelum UU tahun 1999 berlaku. Atas dasar inilah jika kasus BLBI terbukti merupakan tindak pidana korupsi dan terkait kasus UTG, KPK dapat mengambil alih penyelidikan, penyidikan, dan penuntutannya sesuai Pasal 68 UU KPK. Pasal itu menegaskan, semua penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai dapat diambil alih KPK berdasar alasan Pasal 9 huruf d UU KPK.
Keempat, meski ketiga analisis hukum itu sudah jelas, masih tersisa pertanyaan, bagaimana dengan Pasal 62 UU KPK bahwa pemeriksaan di sidang Pengadilan Tipikor dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001? Ketentuan itu bukan rintangan bagi KPK untuk mengambil alih pemeriksaan kasus BLBI karena UU No 3/1971 telah dicabut, berlakunya UU No 31/1999 yang kemudian diubah dengan UU No 20/2001. UU No 31/1999 merupakan UU yang mencabut berlakunya UU No 3/1971. Sesuai asas hukum pidana, secara yuridis-logis, UU No 31/1999 harus menegasikan (mencabut) berlakunya UU No 3/1971 karena kedua UU itu mengatur hal yang sama (Remellink: 2003). Terhitung sejak pemberlakuan UU No 31/1999, tidak ada lagi justifikasi yuridis untuk menegaskan UU No 3/1971 masih berlaku dan KPK tidak berwenang mengambil alih penyidikan serta penuntutan dan Pengadilan Tipikor tak berwenang memeriksa perkara tindak pidana korupsi berdasar UU No 3/1971. Namun, belum selesai dilaksanakan karena alasan-alasan tertentu. KPK dapat mengambil alih dan melanjutkan penyidikan serta penuntutan berdasar UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001.
Berdasarkan analisis hukum itu, KPK dapat menyelidiki, menyidik, dan menuntut atas kasus BLBI jika ditemukan unsur korupsi dalam penyelesaian kasus BLBI. Pengadilan Tipikor juga tetap berwenang memeriksa dan mengadilinya.
Romli Atmasasmita
Guru Besar Hukum Pidana Internasional
Universitas Padjadjaran, Bandung
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM.
Rabu, 5 Maret 2008
www.kompas.com
Penangkapan UTG, Kepala Tim Jaksa Pemeriksa Kasus BLBI, oleh KPK berikut barang bukti uang 660.000 dollar AS mengundang kecurigaan.
Di media, melalui Jampidsus, Kejagung membantah keterkaitan itu meski KPK belum selesai menyelidiki UTG dan AS. Pernyataan Kejagung itu sebenarnya prematur dan tidak etis ketika KPK sedang melakukan penyidikan. Sebenarnya yang tepat membuat pernyataan itu adalah KPK. Kepanikan Kejagung dapat dipahami karena perbuatan UTG mencoreng lembaga Kejagung dalam pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda unggulan kabinet SBY.
Masalahnya kini, bagaimana jika dalam suatu proses penegakan hukum terjadi tindak pidana korupsi? Jika kemudian ditemukan keterkaitan antara uang Rp 6 miliar lebih dan penghentian penyelidikan kasus BLBI, pertanyaannya, apakah KPK dapat melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI?
Ada pendapat, KPK tidak dapat mengambil alih ”penanganan” kasus BLBI sesuai asas non-retroaktif. Selain itu, bagi KPK hanya berlaku UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001 dan tidak dapat menggunakan UU No 3/1971. Penyebabnya, kasus BLBI terjadi tahun 1998 dan UU No 31/1999 belum diundangkan.
Wewenang KPK
Pendapat hukum itu patut dicermati dengan pendekatan hukum pidana.
Pertama, wewenang KPK untuk mengambil alih telah diatur dalam UU KPK No 30/2002. Penegasan KPK dapat mengambil alih (Pasal 8 Ayat 2) dalam rangka supervisi (Pasal 6 huruf b), baik penyidikan maupun penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Dalam kasus UTG, KPK dapat mengambil alih jika penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi (Pasal 9 huruf d). Ketiga pasal itu mengisyaratkan, KPK dapat mengambil alih kasus BLBI.
Kedua, terkait masalah retroaktif secara normatif bunyi ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana sebagai asas hukum pidana, ditujukan terhadap perbuatan (sic!) untuk melindungi seseorang dari perlakuan sewenang-wenang penegak hukum dengan menggunakan UU yang berlaku setelah perbuatan itu dilakukan, di mana yang bersangkutan tidak mengetahui sebelumnya. Asas hukum non-retroaktif menegaskan, hanya terhadap perbuatan yang telah dikriminalisasi dalam suatu UU sebagai tindak pidana seseorang dapat dituntut dan dihukum.
Ketiga, tindak pidana korupsi telah dikriminalisasi sejak UU No 3/1971 berlaku sehingga perbuatan suap (aktif dan pasif) telah menjadi tindak pidana dan dapat dipidana sebelum UU tahun 1999 berlaku. Atas dasar inilah jika kasus BLBI terbukti merupakan tindak pidana korupsi dan terkait kasus UTG, KPK dapat mengambil alih penyelidikan, penyidikan, dan penuntutannya sesuai Pasal 68 UU KPK. Pasal itu menegaskan, semua penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai dapat diambil alih KPK berdasar alasan Pasal 9 huruf d UU KPK.
Keempat, meski ketiga analisis hukum itu sudah jelas, masih tersisa pertanyaan, bagaimana dengan Pasal 62 UU KPK bahwa pemeriksaan di sidang Pengadilan Tipikor dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001? Ketentuan itu bukan rintangan bagi KPK untuk mengambil alih pemeriksaan kasus BLBI karena UU No 3/1971 telah dicabut, berlakunya UU No 31/1999 yang kemudian diubah dengan UU No 20/2001. UU No 31/1999 merupakan UU yang mencabut berlakunya UU No 3/1971. Sesuai asas hukum pidana, secara yuridis-logis, UU No 31/1999 harus menegasikan (mencabut) berlakunya UU No 3/1971 karena kedua UU itu mengatur hal yang sama (Remellink: 2003). Terhitung sejak pemberlakuan UU No 31/1999, tidak ada lagi justifikasi yuridis untuk menegaskan UU No 3/1971 masih berlaku dan KPK tidak berwenang mengambil alih penyidikan serta penuntutan dan Pengadilan Tipikor tak berwenang memeriksa perkara tindak pidana korupsi berdasar UU No 3/1971. Namun, belum selesai dilaksanakan karena alasan-alasan tertentu. KPK dapat mengambil alih dan melanjutkan penyidikan serta penuntutan berdasar UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001.
Berdasarkan analisis hukum itu, KPK dapat menyelidiki, menyidik, dan menuntut atas kasus BLBI jika ditemukan unsur korupsi dalam penyelesaian kasus BLBI. Pengadilan Tipikor juga tetap berwenang memeriksa dan mengadilinya.
Romli Atmasasmita
Guru Besar Hukum Pidana Internasional
Universitas Padjadjaran, Bandung
Tuesday, January 15, 2008
Materi Ujian Akhir Semester Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008
1. Hukum Pidana dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana
a) Pengertian Hukum Pidana
b) Pembagian Hukum Pidana & Sumber Hukum Pidana
c) Tujuan Hukum Pidana (Aliran Klasik, Aliran Modern, Aliran Sosiologis)
d) Teori Hukum Pidana/ Teori Dasar Hukuman (Teori Absolut, Teori Relatif, Teori Gabungan)
e) Determinisme dan Indeterminisme dalam Hukum Pidana
f) Sifat Hukum Pidana (Publik)
g) Ultimum Remedium dan Premium Remedium, Prime Guarantor dan Prime Threatener
h) Perumusan Norma dan Sanksi dalam Hukum Pidana serta Jenis-jenis Pidana
(UAS 2007, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001)
2. Sejarah dan Usaha Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia
a) Kriminalisasi, Dekriminalisasi, Rekriminalisasi, dan Depenalisasi
b) Alasan pembaharuan Hukum Pidana
c) Pembatasan dalam Pasal V UU No. 1 Tahun 1946
(UAS 2004, UAS 1999, UAS 1997)
3. Berlakunya Ketentuan Pidana dalam Perundang-undangan (Lex Tempus Delicti dan Lex Locus Delicti)
a) Lex Tempus Delicti
• Asas Legalitas dan Pengertian Asas Legalitas
• Kedudukan Hukum Adat (Pasal 5 ayat (3) sub b UU Drt. No. 1 Tahun 1951)
• Analogi & Penafsiran Ektensif
• Asas non retro aktif meliputi permasalahan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP serta cara menjawabnya (Teori Formal dan Teori Material)
• Ketentuan yang Paling Menguntungkan
• Pendapat Barda Nawawi Arief dan Hazewinkel-Suringa
b) Lex Locus Delicti
• Asas Teritorialitas
• Asas Nasional Aktif
• Asas Nasional Pasif
• Asas Universalitas
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001, UAS 2000, UAS 1999, UAS 1998, UAS 1993)
4. Tindak Pidana (Strafbarfeit)
a) Pengertian Tindak Pidana (Prof. Vrij, Prof. Moeljatno, Mahkamah Agung)
b) Unsur-unsur Tindak Pidana (Unsur Objektif & Unsur Subjektif dan Bestandelen Delict dan Elementen Delict)
c) Teknik atau Cara Merumuskan Tindak Pidana
d) Subjek Tindak Pidana (terutama Korporasi)
e) Jenis-jenis Tindak Pidana/ Delik
f) Konsekuensi Dibedakannya Kejahatan dan Pelanggaran
g) Tempat Tindak Pidana dan Waktu Tindak Pidana
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2004, UAS 2000, UAS 1993)
5. Delik Aduan (Klacht Delik) dan Pidana Bersyarat (Voorwardelijke Veroordeling)
a) Pengertian Delik Aduan (Klacht Delict) dan Jenis-jenisnya
b) Pengertian, Tujuan Pengaturan dan Syarat-syarat Pidana Bersyarat (Voorwardelijke Veroordeling)
(UAS 2007, UAS 2004, UAS UAS 2001, UAS 2000)
6. Sifat Melawan Hukum (Wederechtelijk)
a) Perbedaan Sifat Melawan Hukum Formal dan Material Beserta Konsekuensinya
b) Perbedaan Sifat Melawan Hukum dalam Fungsi Negatif dan Fungsi Positif Disertai Contohnya
c) Akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidaknya sifat melawan hukum
d) Sifat melawan hukum yang dianut hukum positif Indonesia dan tunjukkan dalam yurisprudensi MA
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1993)
7. Ajaran Sebab Akibat (Causalitetleer)
a) Jelaskan teori-teori Kausalitas (Conditio Sine Qua Non, Individualisir, Generalisir)
b) Masalah pertanggungjawaban pidana dari Teori Conditio Sine Qua Non
c) Hubungannya dengan delik material dan delik omisi
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1993)
8. Kesalahan (Dolus dan Culpa)
a) Pengertian kesalahan
b) Masalah Kemampuan Bertanggung jawab
c) Kesengajaan dan Bentuk-bentuknya
d) Kealpaan, Sifat Kealpaan dan Bentuk-bentuk Kealpaan
(UAS 2007, UAS 2003)
9. Alasan Peniadaan Pidana dan Penuntutan & Asas Nebis in Idem
a) Alasan pemaaf, alasan pembenar dan alasan peniadaan penuntutan
b) Sebutkan contoh-contohnya dan dasar hukum dalam KUHP
c) Pengertian Asas Nebis In Idem (Pasal 76 KUHP)
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1998, UAS 1993)
10. Percobaan (Poging)
a) Syarat-syarat Percobaan beserta contohnya
b) Teori objektif dan teori subjektif dalam unsur permulaan pelaksanaan
(UAS 2006, UAS 2002, UAS 2000, UAS 1999)
11. Keturutsertaan (Deelneming)
a) Pengertian deelneming
b) Bentuk-bentuk deelneming berserta contohnya
(UAS 2006, UAS 2004, UAS 2003, UAS 2002, UAS 1999)
12. Istilah-istilah yang sering ditanyakan
a) Deelneming;
b) Concorsus/ Samenloop/ Perbarengan;
c) In dubio pro reo;
d) Ultimum remedium;
e) Feitelijk dwaling;
f) Ketentuan pidana blanko;
g) Geen strafzonder schuld;
h) Willens en wetten;
i) Bewuste schuld;
Buku Anjuran:
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
Sofjan Sastrawidjaja. 1995. Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana. Penerbit Armico: Bandung.
Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Materi ini disusun oleh Kardoman Tumangger (Kelas F) untuk memudahkan dalam mempersiapkan menghadapi UAS Hukum Pidana Tahun 2008. Materi ini disusun berdasarkan frekuensi kemunculan dalam soal-soal UAS dari beberapa tahun sebelumnya dan semoga bermanfaat bagi kita. Atas perhatian dari pengunjung blog, saya ucapkan terima kasih. Silahkan lihat dan download di http://googlestudyclub.blogspot.com
Thanks and dedicated to : Jesus Christ The Only Savior
a) Pengertian Hukum Pidana
b) Pembagian Hukum Pidana & Sumber Hukum Pidana
c) Tujuan Hukum Pidana (Aliran Klasik, Aliran Modern, Aliran Sosiologis)
d) Teori Hukum Pidana/ Teori Dasar Hukuman (Teori Absolut, Teori Relatif, Teori Gabungan)
e) Determinisme dan Indeterminisme dalam Hukum Pidana
f) Sifat Hukum Pidana (Publik)
g) Ultimum Remedium dan Premium Remedium, Prime Guarantor dan Prime Threatener
h) Perumusan Norma dan Sanksi dalam Hukum Pidana serta Jenis-jenis Pidana
(UAS 2007, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001)
2. Sejarah dan Usaha Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia
a) Kriminalisasi, Dekriminalisasi, Rekriminalisasi, dan Depenalisasi
b) Alasan pembaharuan Hukum Pidana
c) Pembatasan dalam Pasal V UU No. 1 Tahun 1946
(UAS 2004, UAS 1999, UAS 1997)
3. Berlakunya Ketentuan Pidana dalam Perundang-undangan (Lex Tempus Delicti dan Lex Locus Delicti)
a) Lex Tempus Delicti
• Asas Legalitas dan Pengertian Asas Legalitas
• Kedudukan Hukum Adat (Pasal 5 ayat (3) sub b UU Drt. No. 1 Tahun 1951)
• Analogi & Penafsiran Ektensif
• Asas non retro aktif meliputi permasalahan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP serta cara menjawabnya (Teori Formal dan Teori Material)
• Ketentuan yang Paling Menguntungkan
• Pendapat Barda Nawawi Arief dan Hazewinkel-Suringa
b) Lex Locus Delicti
• Asas Teritorialitas
• Asas Nasional Aktif
• Asas Nasional Pasif
• Asas Universalitas
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001, UAS 2000, UAS 1999, UAS 1998, UAS 1993)
4. Tindak Pidana (Strafbarfeit)
a) Pengertian Tindak Pidana (Prof. Vrij, Prof. Moeljatno, Mahkamah Agung)
b) Unsur-unsur Tindak Pidana (Unsur Objektif & Unsur Subjektif dan Bestandelen Delict dan Elementen Delict)
c) Teknik atau Cara Merumuskan Tindak Pidana
d) Subjek Tindak Pidana (terutama Korporasi)
e) Jenis-jenis Tindak Pidana/ Delik
f) Konsekuensi Dibedakannya Kejahatan dan Pelanggaran
g) Tempat Tindak Pidana dan Waktu Tindak Pidana
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2004, UAS 2000, UAS 1993)
5. Delik Aduan (Klacht Delik) dan Pidana Bersyarat (Voorwardelijke Veroordeling)
a) Pengertian Delik Aduan (Klacht Delict) dan Jenis-jenisnya
b) Pengertian, Tujuan Pengaturan dan Syarat-syarat Pidana Bersyarat (Voorwardelijke Veroordeling)
(UAS 2007, UAS 2004, UAS UAS 2001, UAS 2000)
6. Sifat Melawan Hukum (Wederechtelijk)
a) Perbedaan Sifat Melawan Hukum Formal dan Material Beserta Konsekuensinya
b) Perbedaan Sifat Melawan Hukum dalam Fungsi Negatif dan Fungsi Positif Disertai Contohnya
c) Akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidaknya sifat melawan hukum
d) Sifat melawan hukum yang dianut hukum positif Indonesia dan tunjukkan dalam yurisprudensi MA
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2003, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1993)
7. Ajaran Sebab Akibat (Causalitetleer)
a) Jelaskan teori-teori Kausalitas (Conditio Sine Qua Non, Individualisir, Generalisir)
b) Masalah pertanggungjawaban pidana dari Teori Conditio Sine Qua Non
c) Hubungannya dengan delik material dan delik omisi
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1993)
8. Kesalahan (Dolus dan Culpa)
a) Pengertian kesalahan
b) Masalah Kemampuan Bertanggung jawab
c) Kesengajaan dan Bentuk-bentuknya
d) Kealpaan, Sifat Kealpaan dan Bentuk-bentuk Kealpaan
(UAS 2007, UAS 2003)
9. Alasan Peniadaan Pidana dan Penuntutan & Asas Nebis in Idem
a) Alasan pemaaf, alasan pembenar dan alasan peniadaan penuntutan
b) Sebutkan contoh-contohnya dan dasar hukum dalam KUHP
c) Pengertian Asas Nebis In Idem (Pasal 76 KUHP)
(UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2002, UAS 2001, UAS 1999, UAS 1998, UAS 1993)
10. Percobaan (Poging)
a) Syarat-syarat Percobaan beserta contohnya
b) Teori objektif dan teori subjektif dalam unsur permulaan pelaksanaan
(UAS 2006, UAS 2002, UAS 2000, UAS 1999)
11. Keturutsertaan (Deelneming)
a) Pengertian deelneming
b) Bentuk-bentuk deelneming berserta contohnya
(UAS 2006, UAS 2004, UAS 2003, UAS 2002, UAS 1999)
12. Istilah-istilah yang sering ditanyakan
a) Deelneming;
b) Concorsus/ Samenloop/ Perbarengan;
c) In dubio pro reo;
d) Ultimum remedium;
e) Feitelijk dwaling;
f) Ketentuan pidana blanko;
g) Geen strafzonder schuld;
h) Willens en wetten;
i) Bewuste schuld;
Buku Anjuran:
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
Sofjan Sastrawidjaja. 1995. Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana. Penerbit Armico: Bandung.
Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Materi ini disusun oleh Kardoman Tumangger (Kelas F) untuk memudahkan dalam mempersiapkan menghadapi UAS Hukum Pidana Tahun 2008. Materi ini disusun berdasarkan frekuensi kemunculan dalam soal-soal UAS dari beberapa tahun sebelumnya dan semoga bermanfaat bagi kita. Atas perhatian dari pengunjung blog, saya ucapkan terima kasih. Silahkan lihat dan download di http://googlestudyclub.blogspot.com
Thanks and dedicated to : Jesus Christ The Only Savior
Friday, January 11, 2008
Mencari Terobosan Kasus Soeharto
Mencari Terobosan Kasus Soeharto
R FERDIAN ANDI R
Senin, 07 Januari 2008
Ketika Pak Harto kembali dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (4/1) pekan lalu, perdebatan soal pemberian kepastian hukum Pak Harto pun langsung muncul ke tengah publik.
(iPhA/Dok-Indra Shalihin)
INILAH.COM, Jakarta — Perdebatan soal nasib dan status hukum mantan Presiden HM Soeharto selalu mencuat tiap kali penguasa Orde Baru itu masuk rumah sakit. Wacana itu kini bahkan meruncing pada kemungkinan pengesampingan perkara pidananya dengan alasan kemanusiaan dan jasanya kepada bangsa. Bagaimana seharusnya pemerintah menangani kepastian status Pak Harto?
Ketika Pak Harto kembali dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (4/1) pekan lalu, perdebatan soal pemberian kepastian hukum Pak Harto pun langsung muncul ke tengah publik. Sebagian kalangan mengusulkan agar pemerintah segera memberikan pengampunan, namun sebagian yang lain menginginkan proses hukum tetap dilanjutkan.
Ada juga sebagian lagi yang mewacanakan perlunya ‘jalan tengah’ dalam bentuk terobosan hukum. Tujuannya relatif sama, yakni mengupayakan rasa hormat bangsa kepada orang besar yang pernah berjasa tanpa mengabaikan aspek kebenaran dan keadilan di mata rakyat.
Gurubesar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Romli Atmasasmita mengatakan, pemberian kepastian hukum dengan kondisi Pak Harto seperti saat ini, bisa dilakukan dengan terobosan, yaitu melalui pengadilan in absentia.
“Jaksa Agung dan MA harus bisa merekayasa sesuatu yang diperbolehkan dalam hukum. Karena hukum tidak hanya normatif namun living law, maka trial in absentia adalah sebuah terobosan,” tegasnya kepada Inilah.com, di Jakarta, Senin (7/1) pagi.
Sebenarnya kepastian hukum bagi Pak Harto telah menjadi keinginan politik pemerintah sejak sembilan tahun lalu. Dalam ketetapan MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, secara tegas pemerintah diminta menuntaskan kasus dugaan korupsi Pak Harto secara hukum.
Hingga kini Ketetapan MPR itu masih belum dicabut, artinya tetap berlaku sampai terbentuknya undang-undang baru. Isi ketetapan itu bahkan dikukuhkan melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2003.
Sayangnya, kata Romli, dari proses awal hukum Pak Harto, sejak era Jaksa Agung Marzuki Darusman hingga Jaksa Agung Hendarman Supandji, tidak ada kemauan politik untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
“Tidak ada keinginan kuat untuk mengusut kasus hukum Soeharto. Ingat kasus pidana seharusnya ditangani oleh Jaksa Agung yang langsung di bawah Presiden,” tegasnya.
Menurut mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini, dengan adanya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) di era Abdul Rahman Saleh (Jaksa Agung era awal pemerintahan SBY), maka penanganan kasus pidana dalam proses hukum Pak Harto pada prinsipnya masih terbuka.
“Kasus hukum Pak Harto masih terbuka. Tapi bila Jaksa Agung melakukan deponering (mengesampingkan perkara pidana, red), maka kasus pidana Soeharto benar-benar tertutup,” tegasnya.
Perdebatan soal pemberian kepastian hukum mantan orang nomor satu di republik itu sebenarnya telah semakin mengerucut pada wacana deponering.
Sebelumnya, usulan untuk mengesampingkan kasus pidana (deponering, red) atas Soeharto disuarakan oleh DPP Partai Golkar dengan pertimbangan dasar kemanusiaan terhadap Soeharto atas jasa-jasanya. Hal ini juga dimaksudkan agar stigma sosial yang buruk terhadap mantan penguasa Orde Baru itu dapat dihilangkan.
"Deponering dapat dilakukan oleh Jaksa Agung sesuai pasal 35 C UU Kejaksaan," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono di Jakarta, Sabtu (5/1) malam.
Hal yang sama ditekankan kembali oleh Ketua Golkar yang juga Gubernur Lemhanas, Muladi. Golkar mendesak deponering, kata Muladi, karena demi kepentingan umum dan mengingat jasa-jasa Pak Harto yang sangat besar terhadap bangsa.
Namun dia mengkhawatirkan langkah ini akan mengulang kasus mantan Presiden Presiden Soekarno. Saat itu, presiden pertama RI itu tidak diajukan ke mahkamah militer luar biasa. Namun, hingga Soekarno wafat, status hukumnya tetap sebagai tahanan.
"Bahwa orang-orang yang sangat berjasa di negeri ini harus mendapatkan kepastian status hukum. Dengan sistem hukum di Indonesia, ini dapat dilakukan dengan menggunakan asas opportunity," ujar Muladi, usai menjenguk Pak Harto di RS Pusat Pertamina Jakarta, Senin (7/1).
Demi kepentingan umum dan mengingat jasa-jasa Pak Harto yang sangat besar, kata Muladi, terobosan hukum penting dicarikan sebagai solusi. Muladi menggambarkan jasa Pak Harto saat pembebasan Irian Barat dan penumpasan G30 S PKI.
"Secara internasional beliau dihormati. Pro-kontra selalu terjadi di saat beliau sakit. Rasanya bangsa yang besar ini akan rugi bila selalu terjadi pro dan kontra," kata Muladi.
Demikian pula pendapat hakim agung Mahkamah Agung, Benyamin Mangkudilaga. Ia berpendapat lambatnya penanganan kasus hukum Soeharto selama ini telah menyebabkan polemik yang terjadi saat ini.
Ia menambahkan, sangat kecil kemungkinan untuk meneruskan kasus pidana Soeharto dalam situasi seperti sekarang.
“Tapi kalau perdatanya, apa pun juga kondisi Pak Harto, masih bisa diteruskan kepada ahli warisnya,” tegasnya kepada Inilah.com, Senin (7/1) pagi. Menurut dia yang terpenting adalah pengusutan atas harta kekayaan.
Perdebatan atas kasus hukum Soeharto memang belum akan tuntas seiring belum adanya ketetapan hukum yang tetap atas mantan penguasa rezim Orde Baru tersebut.
Namun Romli menegaskan, kasus Soeharto harus menjadi preseden bagi pemerintah dan aparat hukum, untuk segera menuntaskan suatu perkara hukum. Ini penting agar bangsa Indonesia tidak terus-menerus tersandera oleh masa lalunya. [P1]
Dikutip oleh:
Kardoman Tumangger
Mahasiswa Fakultas Hukum Unpad
Untuk diketahui dan dibaca bagi teman2 yang berminat mengenai penyelesaian kasus Soeharto oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran,
Prof. Dr. Romli Atmasasmita
R FERDIAN ANDI R
Senin, 07 Januari 2008
Ketika Pak Harto kembali dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (4/1) pekan lalu, perdebatan soal pemberian kepastian hukum Pak Harto pun langsung muncul ke tengah publik.
(iPhA/Dok-Indra Shalihin)
INILAH.COM, Jakarta — Perdebatan soal nasib dan status hukum mantan Presiden HM Soeharto selalu mencuat tiap kali penguasa Orde Baru itu masuk rumah sakit. Wacana itu kini bahkan meruncing pada kemungkinan pengesampingan perkara pidananya dengan alasan kemanusiaan dan jasanya kepada bangsa. Bagaimana seharusnya pemerintah menangani kepastian status Pak Harto?
Ketika Pak Harto kembali dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (4/1) pekan lalu, perdebatan soal pemberian kepastian hukum Pak Harto pun langsung muncul ke tengah publik. Sebagian kalangan mengusulkan agar pemerintah segera memberikan pengampunan, namun sebagian yang lain menginginkan proses hukum tetap dilanjutkan.
Ada juga sebagian lagi yang mewacanakan perlunya ‘jalan tengah’ dalam bentuk terobosan hukum. Tujuannya relatif sama, yakni mengupayakan rasa hormat bangsa kepada orang besar yang pernah berjasa tanpa mengabaikan aspek kebenaran dan keadilan di mata rakyat.
Gurubesar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Romli Atmasasmita mengatakan, pemberian kepastian hukum dengan kondisi Pak Harto seperti saat ini, bisa dilakukan dengan terobosan, yaitu melalui pengadilan in absentia.
“Jaksa Agung dan MA harus bisa merekayasa sesuatu yang diperbolehkan dalam hukum. Karena hukum tidak hanya normatif namun living law, maka trial in absentia adalah sebuah terobosan,” tegasnya kepada Inilah.com, di Jakarta, Senin (7/1) pagi.
Sebenarnya kepastian hukum bagi Pak Harto telah menjadi keinginan politik pemerintah sejak sembilan tahun lalu. Dalam ketetapan MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, secara tegas pemerintah diminta menuntaskan kasus dugaan korupsi Pak Harto secara hukum.
Hingga kini Ketetapan MPR itu masih belum dicabut, artinya tetap berlaku sampai terbentuknya undang-undang baru. Isi ketetapan itu bahkan dikukuhkan melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2003.
Sayangnya, kata Romli, dari proses awal hukum Pak Harto, sejak era Jaksa Agung Marzuki Darusman hingga Jaksa Agung Hendarman Supandji, tidak ada kemauan politik untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
“Tidak ada keinginan kuat untuk mengusut kasus hukum Soeharto. Ingat kasus pidana seharusnya ditangani oleh Jaksa Agung yang langsung di bawah Presiden,” tegasnya.
Menurut mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini, dengan adanya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) di era Abdul Rahman Saleh (Jaksa Agung era awal pemerintahan SBY), maka penanganan kasus pidana dalam proses hukum Pak Harto pada prinsipnya masih terbuka.
“Kasus hukum Pak Harto masih terbuka. Tapi bila Jaksa Agung melakukan deponering (mengesampingkan perkara pidana, red), maka kasus pidana Soeharto benar-benar tertutup,” tegasnya.
Perdebatan soal pemberian kepastian hukum mantan orang nomor satu di republik itu sebenarnya telah semakin mengerucut pada wacana deponering.
Sebelumnya, usulan untuk mengesampingkan kasus pidana (deponering, red) atas Soeharto disuarakan oleh DPP Partai Golkar dengan pertimbangan dasar kemanusiaan terhadap Soeharto atas jasa-jasanya. Hal ini juga dimaksudkan agar stigma sosial yang buruk terhadap mantan penguasa Orde Baru itu dapat dihilangkan.
"Deponering dapat dilakukan oleh Jaksa Agung sesuai pasal 35 C UU Kejaksaan," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono di Jakarta, Sabtu (5/1) malam.
Hal yang sama ditekankan kembali oleh Ketua Golkar yang juga Gubernur Lemhanas, Muladi. Golkar mendesak deponering, kata Muladi, karena demi kepentingan umum dan mengingat jasa-jasa Pak Harto yang sangat besar terhadap bangsa.
Namun dia mengkhawatirkan langkah ini akan mengulang kasus mantan Presiden Presiden Soekarno. Saat itu, presiden pertama RI itu tidak diajukan ke mahkamah militer luar biasa. Namun, hingga Soekarno wafat, status hukumnya tetap sebagai tahanan.
"Bahwa orang-orang yang sangat berjasa di negeri ini harus mendapatkan kepastian status hukum. Dengan sistem hukum di Indonesia, ini dapat dilakukan dengan menggunakan asas opportunity," ujar Muladi, usai menjenguk Pak Harto di RS Pusat Pertamina Jakarta, Senin (7/1).
Demi kepentingan umum dan mengingat jasa-jasa Pak Harto yang sangat besar, kata Muladi, terobosan hukum penting dicarikan sebagai solusi. Muladi menggambarkan jasa Pak Harto saat pembebasan Irian Barat dan penumpasan G30 S PKI.
"Secara internasional beliau dihormati. Pro-kontra selalu terjadi di saat beliau sakit. Rasanya bangsa yang besar ini akan rugi bila selalu terjadi pro dan kontra," kata Muladi.
Demikian pula pendapat hakim agung Mahkamah Agung, Benyamin Mangkudilaga. Ia berpendapat lambatnya penanganan kasus hukum Soeharto selama ini telah menyebabkan polemik yang terjadi saat ini.
Ia menambahkan, sangat kecil kemungkinan untuk meneruskan kasus pidana Soeharto dalam situasi seperti sekarang.
“Tapi kalau perdatanya, apa pun juga kondisi Pak Harto, masih bisa diteruskan kepada ahli warisnya,” tegasnya kepada Inilah.com, Senin (7/1) pagi. Menurut dia yang terpenting adalah pengusutan atas harta kekayaan.
Perdebatan atas kasus hukum Soeharto memang belum akan tuntas seiring belum adanya ketetapan hukum yang tetap atas mantan penguasa rezim Orde Baru tersebut.
Namun Romli menegaskan, kasus Soeharto harus menjadi preseden bagi pemerintah dan aparat hukum, untuk segera menuntaskan suatu perkara hukum. Ini penting agar bangsa Indonesia tidak terus-menerus tersandera oleh masa lalunya. [P1]
Dikutip oleh:
Kardoman Tumangger
Mahasiswa Fakultas Hukum Unpad
Untuk diketahui dan dibaca bagi teman2 yang berminat mengenai penyelesaian kasus Soeharto oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran,
Prof. Dr. Romli Atmasasmita
Saturday, January 05, 2008
Pembahasan Soal Ujian Akhir Semester Hukum Pidana Tahun 2007 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Hari, tanggal : Selasa, 9 Januari 2007
Semester/Kelas : III/ A-F
Waktu : 120 menit
Dosen :
Karjoso Kasimoen, S.H.
Prof. Dr. Komariah E. Sapardjaja, S.H.
Dr. Pontang Moerad BM, S.H.
Sofyan Sastrawidjaja, S.H.
Aman Sembiring, S.H., M.H.
Rohaenah Padmadinata, S.H., M.H.
1. Eksistensi Hukum Pidana tidak bisa terlepas dari pengaruh-pengaruh dari berbagai aliran atau mazhab, yang mendasari pada prinsip, teori, tujuan dan orientasinya. Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaskan pemahaman Saudara mengenai Hukum Pidana secara tuntas kaitannya dengan:
a. - Aliran Klasik;
- ¬Aliran Modern, baik berdasarkan kriminologi maupun sosiologi;
b. - Teori Absolut atau Pembalasan;
- Teori Relatif atau Tujuan
- Teori Gabungan;
c. Paham Determinisme dan Paham Indterminisme; serta jelaskan pula apakah ada hubungan antara point (a) dan (b), begitu juga hubungan antara point (b) dan (c).
Jawab:
a. - Ajaran Klasik
Hukum pidana untuk melindungi kepentingan perseorangan terhadap kekuasaan negara.
Riwayat aliran ini terjadi sebelum adanya Revolusi Prancis, di Eropa terdapat Monarchi Absolute. Hukum pidana pada waktu itu belum dikodifikasi dan demikian pula pada waktu itu belum terdapat ketentuan hukum sehingga organ-organ negara dapat menghukum setiap orang yang menurut pendapatnya patut dihukum. Adapun beratnya hukuman diserahkan kepada kebijaksanaan hukum sehingga mucul ketidakpastian hukum (rechts onzekerheid).
Dikenal peristiwa, Jean Calas dituduh membunuh anaknya sendiri dan dihukum mati pedahal anaknya tersebut mati bunuh diri. Sehingga meskipun Jean Calas sudah mati, Voltaire menuntut dan hakim memutuskan Jean Calas tidak bersalah.
- Aliran Modern
Hukum pidana untuk melindungi masyarakat dan memberantas kejahatan.
Ajaran aliran modern adalah apa yang disebut-Kriminologi, yaitu suatu ilmu memberantas kejahatan. Kriminologi, dalam memberantas kejahatan terdapat dua aliran yaitu:
a) Kriminologi Aethologi, yang bertujuan mempelajari sebab musabab kejahatan.
b) Kriminologi Politiek, yang bertujuan mempelajari sarana pemberantasan (bestrijdingsmiddel) dari kejahatan.
Kriminologi Aethologi masih terbagi menjadi dua aliran lagi, yaitu:
a) Criminele Anthropologie, terdapat di Ialia, diciptakan oleh Cesare Lambrosso, seorang ahli jiwa (psikiater), yang mendasarkan ajarannya pada penyelidikan yang dilakukan terhadap penjahat, baik yang masih hidup dipenjara maupun yang sudah mati. Seorang penjahat dapat dikenal dari ciri-ciri fisiknya sejak dilahirkan.
b) Criminele Sociologie, terdapat di Prancis, sebagi reaksi terhadap ajaran Lambrosso. Ajaran ini mendasarkan pada keadaan masyarakat itu sendiri, karena keadaan masyarakat memberikan pengaruh yang paling besar terhadap orang hingga orang itu melakukan kejahatan.
b. - Teori Absolut atau Pembalasan (Vergeldingstheorien)
Dasar hukum adalah kejahatan.
Aliran ini menunjuk kejahatan sebagai dasar hubungan dengan berpokok pada pendapat bahwa hukuman itu harus dianggap dasar hubungan dengan berpokok pada pendapat bahwa hukuman itu harus dianggap sebagai “pembalasan”, “imbalan” (vergelding) terhadap orang yang melakukan perbuatan jahat. Disebut teori mutlak atau absolut karena pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi sutu keharusan.
Tokoh teori pembalasan adalah Immanuel Kant, Herbart, Hegel, Stahl, Leo Polak, Jean Jacques Rosseau dan beberapa sarjana yang mendasarkan teorinya pada filsafat Katolik dan sarjana yang mendasarkan teorinya pada ajaran kissas dalam Al-quran.
- Teori Relatif atau Tujuan (Doeltheorien)
Dasar hukum adalah tujuan hukuman.
Ajaran ini mendasarkan hukuman itu pada “maksud” atau “tujuan” hukuman artinya pidana mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat (nut van de straf).Terdapat beberapa paham dalam aliran ini, yaitu:
Hukuman:
untuk memperbaiki ketidakpuasan masyarakat
untuk mencegah kejahatan, maksud dari mencegah kejahatan yaitu ditujukan terhadap umum (prevensi umum) dan ditujukan kepada orang yang melakukan tindak kejahatan (prevensi khusus).
Untuk menjamin ketertiban umum
Cara:
mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti (afsehrikkede middelen) yang ditujukan kepada umum (prevensi umum)
mencegah kejahatan dengan cara memperbaiki penjahatnya (verbetering ven de misdadiger) agar tidak mengulangi kejahatannya lagi (prevensi khusus)
melenyapkan penjahatnya, dengan cara memberikan hukuman yang cukup lama misalnya seumur hidup atau hukuman mati.
Ada juga pendapat lain mengenai cara ini:
mencari tujuan hukuman didalam ancaman (strafbedreiging), dengan memberi ancaman hukuman hendak menghindarkan umum dari perbuatan jahat. Tokohnya Anselm von Feurbach dengan ajarannya”tekanan psikologis” (psychologie zwang).
Mencari tujuan hukuman tidak hanya di dalam ancaman bahkan pula dalam menjatuhkan hukuman dan pelaksanaan hukuman dan hukumannya dilakukan di depan umum.
- Teori Gabungan (Virenigingstheorie)
Dasar hukumnya terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan, akan tetapi disamping itu pula sebagai dasar adalah tujuan daripada hukuman.
Dibagi tiga golongan:
(1) Teori Gabungan yang menitikberatkan kepada pembalasan.
Tokohnya Pompe, Zevergen
(2) Teori Gabungan yang menitikberatkan ketertiban masyarakat
Tokohnya Simons
(3) Teori Gabungan yang menitikberatkan pada kedua asas diatas.
Tokohnya A. Binding.
c. Paham Determinisme: ajaran bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas (Mazhab Anthropologis). Ajaran ini mengatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman karena terdorong oleh masalah-masalah baik dari dalam maupun dari luar, sehingga manusia tidak dapat bertindak bebas.
Paham Indeterminisme: ajaran bahwa manusia mempunyai kehendak bebas meskipun diakui bahwa adanya faktor baik dari luar maupun dari dalam manusia menjadi jahat.
Hubungan antara point (a) dan (b)
Yaitu dalam hal sanksi dalam hukum pidana yaitu antara dasar penjatuhan sanksi dalam hukum pidana (point (a)) dengan teori tujuan hukum pidana (point (b)).
Hubungan antara point (b) dan (c)
Yaitu dengan mengetahui teori penjatuhan pidana (point (b)) sehingga kehendak manusia (point (c)) diharapkan menjadi tidak bertentangan dengan hukum sehingga tidak dijatuhi pidana.
2. Indonesia termasuk salah satu negara yang menganut “asas legalitas” sebagai asas fundamental yang tertuang dalam Pasal 1 KUHP dengan berbagai prinsipnya, tetapi pada perkembangan hukum pidana dikeluarkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2006 Tentang Pengadilan HAM, dimana dalam ketentuan tersebut ditentukan bahwa untuk kasus-kasus tertentu diberlakukan “asas retroaktif”. Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimanakah pendapat Saudara mengenai hal diatas, dilihat dari prinsip hukum pidana sebagaimana yang digariskan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP. Jelaskan secara tuntas!
Jawab:
Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP:
“Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”.
Dalam rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa KUHP boleh diberlakukan surut apabila:
1. dilakukan perubahan dalam perundang-undangan
2. dan perubahan mana sudah terjadi setelah seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, akan tetapi sebelum dujatuhkan hukuman terhadap perbuatan tersebut
3. UU yang baru lebih menguntungkan bagi si tersangka dibandingkan UU yang lama.
Mengenai pembentukan Pasal 1 ayat (2) KUHP hanyalah semata-mata untuk kepentingan si tertuduh sehingga tidak membuat menjadi bertentangan dengan asas legalitas.
3. Masalah tindak pidana mempunyai arti yuridis apabila dirumuskan dalam Undang-undang sebaliknya bila tidak disebut/dirumuskan dalam Undang-undang mempunyai arti krimininologis, yang masing-masing mengandung konsekuensi “dapat” atau “tidaknya” dipidana.
a. Jelaskan beserta contoh pasal-pasal dalam KUHP cara atau teknik perumusan tindak pidana, yang melukiskan perbuatan yang skematis tidak konkrit?
b. Apa yang Sudara ketahui tentang konsekuensi dibedakannya kejahatan dan pelanggaran dalam KUHPidana. Jelaskan!
c. Dalam hal terjadinya seseorang yang disangka melakukan tindak pidana pertama-tama apa yang harus dipersoalkan sebelum ia dijatuhi hukuman?
Jawab:
a. Cara atau teknik perumusan tindak pidana:
a) Menentukan unsur kejadian
Contoh Pasal 338 KUHP, unsurnya adalah:
• Dengan sengaja (opzettelijk);
• Merampas (beroven);
• Nyawa (leven);
• Orang lain (een ander)
b) Menyebut nama kejadian
Contoh Pasal 351 ayat (1) KUHP
“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
c) Menyebutkan baik unsur maupun namanya
Contoh Pasal 338 KUHP: Pembunuhan, unsurnya:
• Dengan sengaja (opzettelijk);
• Merampas (beroven);
• Nyawa (leven);
• Orang lain (een ander)
b. Konsekuensi dibedakannya kejahatan dan pelanggaran dalam KUHPidana, yaitu:
a) Undang-undang telah tidak membuat suatu perbedaan antara opzet dan culpa di dalam pelanggaran;
b) Percobaan (poging) dalam suatu pelanggaran tidak dapat dihukum;
c) Keturutsertaan (medeplechtigheid) di dalam pelanggaran tidak dapat dihukum;
d) Di dalam pelanggaran, pengurus atau anggota pengurus ataupun para komisaris itu hanya dapat dihukum apabila pelanggaran itu telah terjdi dengan sepengetahuan mereka;
e) Di dalam pelanggaran itu tidak terdapat ketentuan bahwa adanya suatu “pengaduan” itu merupakan syarat penuntutan;
f) Jangka waktu kadaluarsanya (verjaring) hak untuk melakukan penuntutan (Pasal 78 ayat (1) angka 1 KUHP) dan hak untuk menjalani hukuman (Pasal 84 ayat (2) KUHP) pada pelanggaran itu pada umumnya adalah lebih singkat;
g) Peraturan mengenai hapusnya hak untuk melakukan penuntutan karena adanya suatu pembayaran secara sukarela dari nilai yang setinggi-tingginya (Pasal 82 ayat (1) KUHP) hanya berlaku bagi pelanggaran;
h) Adanya ketentuan tersendiri mengenai dapat disitanya benda-benda yang diperoleh karena pelanggaran;
i) Tindak pidana yang telah dilakukan oleh seorang WNI di luar negeri hanya menimbulkan hak untuk melakukan penuntutan oleh Penuntut Umum, apabila tindak pidana tersebut oleh UU Pidana yang berlaku di Indonesia telah terkualifikasikan sebagai kejahatan dan bukan pelanggaran;
j) Ketentuan-ketentuan menurut UU Pidana Indonesia itu hanya dapat diberlakukan terhadap pegawai negeri yang diluar Indonesia telah melakukan kejahatan-kejahatan jabatan dan bukan pelanggaran-pelanggaran jabatan;
k) Pasal-pasal penadahan (Pasal 480 KUHP dst) selalu mensyaratkan bahwa benda-benda yang bersangkutan haruslah diperoleh karena kejahatan dan bukan pelanggaran;
l) Dalam hal perbarengan (Concorsus) para pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang ringan lebih mudah daripada pidana berat (Pasal 65, 66-70 KUHP).
c. Dalam hal terjadinya seseorang yang disangka melakukan tindak pidana pertama-tama yang harus dipersoalkan sebelum ia dijatuhi hukuman adalah membuktikan bahwa perbuatannya tersebut harus bersifat melawan hukum (wederechtelijkheid) dan pelakunya harus dapat dipertanggungjawabkan. Berlaku asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (Geenstraf zonder schuld) dan tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan/ alasan pemaaf.
4. Salah satu unsur atau elemen dari tindak pidana adalah unsur melawan hukum, yang merupakan suatu penilaian objektif terhadap “feit” (perbuatan).
a. Jelaskan oleh Saudara pendapat dan perbedaan sifat melawan hukum beserta konsekuensinya;
b. Jelaskan pula perbedaan ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif dan positif disertai contohnya.
c. Apa akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidak dicantumkannya unsur melawan hukum dari suatu rumusan delik.
Jawab:
a. Perbedaan sifat melawan hukum dan konsekuensinya
Sifat melawan hukum dalam arti formal (wederechtelijk formele) yaitu suatu perbuatan hanya dapat dipandang sebagai bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut telah memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut undang-undang atau perbuatan yang melawan hukum positif tertulis.
Sifat melawan hukum dalam arti material (wederechtelijk materieele) yaitu suatu perbuatan dapat dipandang bersifat melawan hukum tidak hanya ditinjau apakah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum tertulis, melainkan juga harus ditinjau menurut asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis
Konsekuensinya jika dicantumkan secara tegas di rumusan delik dan ternyata tidak terbukti di sidang pengadilan maka putusannya harus vrijspraak (bebas), dan jika tidak dicantumkan secara tegas dalam delik dan ternyata tidak terbukti di pengadilan maka putusannya onslag van alle rechtsvevolging (lepas).
b. Perbedaan ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif dan positif
Ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi positif yaitu sekalipun tidak bertentangan dengan perundang-undangan (melawan hukum formal) tetapi sepanjang perbauatan terdakwa adalah tindakan-tindakan yang tercela, tidak sesuai dengan rasa keadilan, bertentangan dengan kewajiban hukum pelakunya, bertentangan dengan kepatutan sudah dapat dikatakan melawan hukum.
Contohnya: Arrest Dokter Hewan dari Desa Huizen tanggal 20 Februari 1933, Putusan MA RI tanggal 15 Desember 1933 No. 275K/Pid/1933 dalam Perkara Korupsi Bank Bumi Daya.
Ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi negatif yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis dan bersifat umum sehingga tidak menjadi perbuatan pidana.
Contohnya: Putusan MA tanggal 8 Januari 1966 Nomor 42K/Kr/1965
c. Akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidak dicantumkannya unsur melawan hukum dari suatu rumusan delik yaitu jika tercantum sebagai unsur delik maka harus dicantumkan dalam surat dakwaan dan kewajiban dari JPU untuk membuktikannya dalam sidang pengadilan; jika tidak tercantum sebagai unsur delik maka tidak perlu dicantumkan dalam surat dakwaan dan JPU tyidak perlu membuktikannya dalam sidang pengadilan.
5. Persoalan yang menyangkut ajaran sebab akibat dapat diterapkan dalam menentukan penentuan apakah perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Terkait dengan hal tersebut dikatakan bahwa teori sebab akibat dari von Buri adalah syarat mutlak (Conditio sine qua non).
a. Jelaskan teori ini;
b. Teori ini sangat memperluas dasar pertanggung jawaban pidana. Jelaskan dan beserta buktinya dengan contoh kasusnya.
Jawab:
a. Teori Conditio Sine Qua Non Von Buri
Intinya: Tiap perbuatan adalah sebab dari akibat.
Ini disebabkan karena untuk menentukan sesuatu akibat, tiap masalah yang merupakan syarat untuk timbulnya sesuatu akibat, adalah sebab dari akibat itu atau karena antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya terdapat suatu hubungan timbal balik, maka faktor-faktor tersebut dapat dipandang sebagi penyebab-penyebab dari suatu akibat yang telah timbul, sedang kepada semua faktor-faktor itu haruslah diberikan suatu nilai yang sama (teori ekuivalen).
b. Apabila menganut ajaran Von Buri, maka dasar pertanggungjawabannya sangat diperluas, disebabkan karena perbuatan-perbuatan yang jauh bangunannya dengan akibat, juga harus dianggap sebagi dari akibat. Jadi, ajaran Von Buri sangat memperluas strafrechtelijke aansprakellijkeheid.
Contoh:
A memukul B dan membuat kulit luka-luka ringan yang pada umumnya tidak mengakibatkan kematian. Berhubung luka-lukanya itu, B memerlukan perawatan dokter dan berjalan kaki menuju rumah sakit. Tapi dalam perjalanan, B ditabrak mobil C sehingga luka-luka berat, dan karena C tidak segera menolongnya, membuat B akhirnya mati.
Menurut Von Buri, apabila A tidak memukul B, B tidak akan menderita luka ringan. Jika B tidak luka ringan maka dia tidak perlu ke rumah sakit. Jika dia tidak perlu ke rumah sakit dia tidak akan luka berat ditabrak C. Jika C tidak menabraknya dia dapat sampai ke rumah sakit. Jika dia sampai kerumah sakit maka dia tidak akan mati.
Nampaklah dalam contoh ini batap lauasnya pertanggungjawaban pidana, sehingga ajaran Von Buri tidak dipergunakan dalam hukum pidana.
6. Berikan komentar Saudara terkait kasus video mesum, yang melibatkan anggota DPR (YZ) dan ME. Apakah masalah tersebut ada kaitannya dengan apa yang disebut “Klacht delict” ataukah “tidak”. Jelaskan secara tuntas!
Jawab:
Komentar saya terkait kasus video mesum yang melibatkan anggota DPR (YZ) dan penyanyi dangdut (ME) sangat memalukan.Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat yang duduk di dewan punya reputasi buruk bisa menjadi public figur yang baik. Karena kasus ini merupakan tindak pidana “perzinahan” (overspel) maka akan dikenai Pasal 284 ayat (1) angka 1 KUHP. Tetapi terkait adanya ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP, kasus ini termasuk delik pengaduan (Klacht delict) dan merupakan delik aduan absolute/ delik aduan mutlak yang artinya suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan dan yang diadukan hanyalah perbuatannya saja. Yang merasa dirugikan, dialah yang mengadu. Tetapi karena YZ disini adalah anggota DPR selain pengaduan dari pihak yang dirugikan dia juga dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan DPR.
7. Suatu peristiwa tragis terjadi di wilayah hukum Bandung Timur, dimana Aniek Qoriah S., tega menghabisi ketiga anaknya yang notabene masih anak-anak yang memerlukan perhatian dan perlindungan dari kedua orang tuanya. Melalui suatu pemeriksaan yang intensif terungkap bahwa Aniek Qoriah S. dengan tega membunuh ketiga anaknya karena dengan alasan takut tidak bisa membahagiakan anak di masa depan, dan merasa takut pula bila nanti anaknya hidup susah.
Berkaitan dengan kasus diatas, masalah apa saja yang dapat Saudara kemukakan dengan memperhatikan:
a. Masalah pokok hukum pidana, yaitu pertanggungjawaban hukum pidana (mens-rea);
b. Teori-teori dan bentuk kesengajaan;
c. Bagaimanakah dengan kealpaan disadari (bewuste schuld);
Jelaskan secara tuntas dan apakah kasus tersebut ada kaitan dengan ketentuan dalam Pasal 44 KUHP.
Jawab:
a. Mengenai pertanggungjawaban hukum pidana (mens-rea).
Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh psikiater maka kejiwaan ibu Aniek S. Qoriah dinyatakan terganggu. Oleh karena itu, tindakannya membunuh ketiga anaknya menjadi tidak dipidana karena adanya ketentuan Pasal 44 KUHP ayat (1) “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” Karena perbuatan ibu Aniek S.Qoriah tidak dapt dipertanggunjwabkan kepada dirinya karena adanya gangguan kejiwaan, maka berdasarkan Pasal 44 ayat (2) KUHP:”Jika ternyata perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supayta orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagi percobaan”, maka hakim memerintahkan ibu Aniek masuk ke rumah sakit jiwa selama satu tahun sabagai masa percobaan.
b. Teori dan Bentuk Kesengajaan
Sengaja dengan maksud (opzet als oogmerk)
Intinya melakukan tindakan yang terlarang secara dikehendaki dan dimengerti
Jadi apabila seseorang pada waktu ia melakukan suatu tindakan untuk menimbulkan suatu akibat terlarang,menyadari bahwa akibat tersebut pasti akan timbul atau mungkin dapat timbul karena tindakan yang sedang ian lakukan, sedangkan timbulnya akibat itu memang ia kehendaki, maka apabila kemudaian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena perbuatannya maka orang tersebut melakukan sengaja dengan maksud.
Contoh:
Apabila seseorang bermaksud membunuh lawannya dengan cara menembak orang tersebut dengan pistol. Ia juga menyadari bahwa apabila lawannya ditembak dengan jarak sangat dekat maka lawannya akan pasti atau mungkin mati. Karena matinya lawan memang ia kehendaki dan sebelum melakukannya ia pun telah mengetahui atau telah menyadari bahwa lawannya itu pasti atau mungkin akan meninggal dunia karena tembakannya, maka apabila ia benar-benar melakukannya dan lawannya benar-benar meninggal dunia maka ia sengaja melakukan dengan maksud.
Sengaja dengan kesadaran kepastian (opzet bij zakerheids-bewustzijn)
Intinya melakukan tindakan yang terlarang yang dilandasi oleh kesadaran akan kepastian (tentang timbulnya akibat lain daripada akibat yang memang ia kehendaki.
Contoh:
Dalam kasus diatas, apabila dalam melakukan niatnya itu, secara kebetulan terdapat orang lain yang ia ketahui atau ia sadari bahwa orang lain yang tidak bermaksud untuk membunuhnya itu pasti akan ikut tertembak mati, apabila ia melepaskan tembakan terhadap lawannya dan apabila kemudian orang lain itu telah ikut tertembak dan mati, maka ia telah melakukan sengaja dengan kesadaran kepastian.
Sengaja dengan kesadaran kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn)
Intinya apabila adanya kesadaran tentang timbulnya kemungkinan akibat lain dan akibat itu tidak membatalkan niatnya, dan kemudian ternyata bahwa akibat semacam itu benar-benar teerjadi ia dapat disebut melakukan sengaja dengan kesadaran kemungkinan.
Contoh:
Dalam kasus diatas, pelaku yang bersangkutan pada waktu ia melakukan perbuatannya untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang undang-undang telah menyadari kemungkinan menimbulkan suatu akibat yang lain daripada akibat yang memang ia kehendaki. Jadi jika kemungkinan yang ia sadari itu menjadi kenyataan, maka ia dikatakan mempunyai kesengajaan.
c. Kealpaan disadari (bewuste schuld)
Terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya. Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu, tetapi akibat itu timbul juga.
Contohnya:
Mengendarai mobil yang remnya blong, supaya tidak terjadi kecelakaan maka ia menjalankannya dengan pelan-pelan dan memilih jalan yang tidak rawan, tetapi tabrakanterjadi juga.
8. Dalam teori Hukum Pidana dikenal 3 (tiga) alasan penghapusan pidana. Sebutkan alasan-alasan penghapusan pidana menurut teori hukum pidana tersebut.
Jawab:
Dalam teori Hukum Pidana dikenal 3 (tiga) alasan penghapusan pidana, yaitu:
(1) Alasan pembenar (rechtsvaardigingstheorie): yaitu alasan yang mengahapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
Terdapat dalam Titel Ketiga Buku Pertama KUHP yaitu Pasal 48 KUHP tentang daya paksa (overmacht), Pasal 49 ayat (1) mengenai pembelaan terpaksa (noodweer), Pasal 50 mengenai melaksanakan undang-undang, Pasal 51 ayat (1) tentang melaksanakan perintah atasn (ambtelijk bevel).
(2) Alasan pemaaf (schulduitsluitingstheorie): yaitu alasan yang menghapusakan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan tindk dipidana, tetapi di atidak dapat dipidana, karena tidak ada kesalahan.
Terdapat dalam Pasal 48 KUHP tentang daya paksa (overmacht), Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan yang melampaui batas (noodweer-excess), Pasal 51 ayat (2) (alasan penghapus) tentang penuntutan pidana tentang perintah jabatan yang tanpa wenang.
(3) Alasan penghapus penuntutan (vervolgingssuitsluiting gronden): disini masalahnya bukan alasan pembenar atau pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan atau mengenai sifatnya pelaku, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak dilakukan penuntutan. Yang menjadi pertimbangan disini adalah kepentingan umum. Kalau perkaranya tidak dituntut tentunya pelaku tidak dapt dijatuhi pidana.
Contoh Pasal 53, kalau terdakwa dengan sukarela mengurungkan niatnya percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.
----------Selamat Bekerja----------
Pembahasan oleh:
1. Kardoman Tumangger
2. Gilbert Orlando Sitorus
3. Kartini Corytien Pardosi
Thanks and dedicated to: Jesus Christ my Saviour
Hari, tanggal : Selasa, 9 Januari 2007
Semester/Kelas : III/ A-F
Waktu : 120 menit
Dosen :
Karjoso Kasimoen, S.H.
Prof. Dr. Komariah E. Sapardjaja, S.H.
Dr. Pontang Moerad BM, S.H.
Sofyan Sastrawidjaja, S.H.
Aman Sembiring, S.H., M.H.
Rohaenah Padmadinata, S.H., M.H.
1. Eksistensi Hukum Pidana tidak bisa terlepas dari pengaruh-pengaruh dari berbagai aliran atau mazhab, yang mendasari pada prinsip, teori, tujuan dan orientasinya. Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaskan pemahaman Saudara mengenai Hukum Pidana secara tuntas kaitannya dengan:
a. - Aliran Klasik;
- ¬Aliran Modern, baik berdasarkan kriminologi maupun sosiologi;
b. - Teori Absolut atau Pembalasan;
- Teori Relatif atau Tujuan
- Teori Gabungan;
c. Paham Determinisme dan Paham Indterminisme; serta jelaskan pula apakah ada hubungan antara point (a) dan (b), begitu juga hubungan antara point (b) dan (c).
Jawab:
a. - Ajaran Klasik
Hukum pidana untuk melindungi kepentingan perseorangan terhadap kekuasaan negara.
Riwayat aliran ini terjadi sebelum adanya Revolusi Prancis, di Eropa terdapat Monarchi Absolute. Hukum pidana pada waktu itu belum dikodifikasi dan demikian pula pada waktu itu belum terdapat ketentuan hukum sehingga organ-organ negara dapat menghukum setiap orang yang menurut pendapatnya patut dihukum. Adapun beratnya hukuman diserahkan kepada kebijaksanaan hukum sehingga mucul ketidakpastian hukum (rechts onzekerheid).
Dikenal peristiwa, Jean Calas dituduh membunuh anaknya sendiri dan dihukum mati pedahal anaknya tersebut mati bunuh diri. Sehingga meskipun Jean Calas sudah mati, Voltaire menuntut dan hakim memutuskan Jean Calas tidak bersalah.
- Aliran Modern
Hukum pidana untuk melindungi masyarakat dan memberantas kejahatan.
Ajaran aliran modern adalah apa yang disebut-Kriminologi, yaitu suatu ilmu memberantas kejahatan. Kriminologi, dalam memberantas kejahatan terdapat dua aliran yaitu:
a) Kriminologi Aethologi, yang bertujuan mempelajari sebab musabab kejahatan.
b) Kriminologi Politiek, yang bertujuan mempelajari sarana pemberantasan (bestrijdingsmiddel) dari kejahatan.
Kriminologi Aethologi masih terbagi menjadi dua aliran lagi, yaitu:
a) Criminele Anthropologie, terdapat di Ialia, diciptakan oleh Cesare Lambrosso, seorang ahli jiwa (psikiater), yang mendasarkan ajarannya pada penyelidikan yang dilakukan terhadap penjahat, baik yang masih hidup dipenjara maupun yang sudah mati. Seorang penjahat dapat dikenal dari ciri-ciri fisiknya sejak dilahirkan.
b) Criminele Sociologie, terdapat di Prancis, sebagi reaksi terhadap ajaran Lambrosso. Ajaran ini mendasarkan pada keadaan masyarakat itu sendiri, karena keadaan masyarakat memberikan pengaruh yang paling besar terhadap orang hingga orang itu melakukan kejahatan.
b. - Teori Absolut atau Pembalasan (Vergeldingstheorien)
Dasar hukum adalah kejahatan.
Aliran ini menunjuk kejahatan sebagai dasar hubungan dengan berpokok pada pendapat bahwa hukuman itu harus dianggap dasar hubungan dengan berpokok pada pendapat bahwa hukuman itu harus dianggap sebagai “pembalasan”, “imbalan” (vergelding) terhadap orang yang melakukan perbuatan jahat. Disebut teori mutlak atau absolut karena pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi sutu keharusan.
Tokoh teori pembalasan adalah Immanuel Kant, Herbart, Hegel, Stahl, Leo Polak, Jean Jacques Rosseau dan beberapa sarjana yang mendasarkan teorinya pada filsafat Katolik dan sarjana yang mendasarkan teorinya pada ajaran kissas dalam Al-quran.
- Teori Relatif atau Tujuan (Doeltheorien)
Dasar hukum adalah tujuan hukuman.
Ajaran ini mendasarkan hukuman itu pada “maksud” atau “tujuan” hukuman artinya pidana mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat (nut van de straf).Terdapat beberapa paham dalam aliran ini, yaitu:
Hukuman:
untuk memperbaiki ketidakpuasan masyarakat
untuk mencegah kejahatan, maksud dari mencegah kejahatan yaitu ditujukan terhadap umum (prevensi umum) dan ditujukan kepada orang yang melakukan tindak kejahatan (prevensi khusus).
Untuk menjamin ketertiban umum
Cara:
mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti (afsehrikkede middelen) yang ditujukan kepada umum (prevensi umum)
mencegah kejahatan dengan cara memperbaiki penjahatnya (verbetering ven de misdadiger) agar tidak mengulangi kejahatannya lagi (prevensi khusus)
melenyapkan penjahatnya, dengan cara memberikan hukuman yang cukup lama misalnya seumur hidup atau hukuman mati.
Ada juga pendapat lain mengenai cara ini:
mencari tujuan hukuman didalam ancaman (strafbedreiging), dengan memberi ancaman hukuman hendak menghindarkan umum dari perbuatan jahat. Tokohnya Anselm von Feurbach dengan ajarannya”tekanan psikologis” (psychologie zwang).
Mencari tujuan hukuman tidak hanya di dalam ancaman bahkan pula dalam menjatuhkan hukuman dan pelaksanaan hukuman dan hukumannya dilakukan di depan umum.
- Teori Gabungan (Virenigingstheorie)
Dasar hukumnya terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau siksaan, akan tetapi disamping itu pula sebagai dasar adalah tujuan daripada hukuman.
Dibagi tiga golongan:
(1) Teori Gabungan yang menitikberatkan kepada pembalasan.
Tokohnya Pompe, Zevergen
(2) Teori Gabungan yang menitikberatkan ketertiban masyarakat
Tokohnya Simons
(3) Teori Gabungan yang menitikberatkan pada kedua asas diatas.
Tokohnya A. Binding.
c. Paham Determinisme: ajaran bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas (Mazhab Anthropologis). Ajaran ini mengatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman karena terdorong oleh masalah-masalah baik dari dalam maupun dari luar, sehingga manusia tidak dapat bertindak bebas.
Paham Indeterminisme: ajaran bahwa manusia mempunyai kehendak bebas meskipun diakui bahwa adanya faktor baik dari luar maupun dari dalam manusia menjadi jahat.
Hubungan antara point (a) dan (b)
Yaitu dalam hal sanksi dalam hukum pidana yaitu antara dasar penjatuhan sanksi dalam hukum pidana (point (a)) dengan teori tujuan hukum pidana (point (b)).
Hubungan antara point (b) dan (c)
Yaitu dengan mengetahui teori penjatuhan pidana (point (b)) sehingga kehendak manusia (point (c)) diharapkan menjadi tidak bertentangan dengan hukum sehingga tidak dijatuhi pidana.
2. Indonesia termasuk salah satu negara yang menganut “asas legalitas” sebagai asas fundamental yang tertuang dalam Pasal 1 KUHP dengan berbagai prinsipnya, tetapi pada perkembangan hukum pidana dikeluarkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2006 Tentang Pengadilan HAM, dimana dalam ketentuan tersebut ditentukan bahwa untuk kasus-kasus tertentu diberlakukan “asas retroaktif”. Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimanakah pendapat Saudara mengenai hal diatas, dilihat dari prinsip hukum pidana sebagaimana yang digariskan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP. Jelaskan secara tuntas!
Jawab:
Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP:
“Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”.
Dalam rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa KUHP boleh diberlakukan surut apabila:
1. dilakukan perubahan dalam perundang-undangan
2. dan perubahan mana sudah terjadi setelah seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, akan tetapi sebelum dujatuhkan hukuman terhadap perbuatan tersebut
3. UU yang baru lebih menguntungkan bagi si tersangka dibandingkan UU yang lama.
Mengenai pembentukan Pasal 1 ayat (2) KUHP hanyalah semata-mata untuk kepentingan si tertuduh sehingga tidak membuat menjadi bertentangan dengan asas legalitas.
3. Masalah tindak pidana mempunyai arti yuridis apabila dirumuskan dalam Undang-undang sebaliknya bila tidak disebut/dirumuskan dalam Undang-undang mempunyai arti krimininologis, yang masing-masing mengandung konsekuensi “dapat” atau “tidaknya” dipidana.
a. Jelaskan beserta contoh pasal-pasal dalam KUHP cara atau teknik perumusan tindak pidana, yang melukiskan perbuatan yang skematis tidak konkrit?
b. Apa yang Sudara ketahui tentang konsekuensi dibedakannya kejahatan dan pelanggaran dalam KUHPidana. Jelaskan!
c. Dalam hal terjadinya seseorang yang disangka melakukan tindak pidana pertama-tama apa yang harus dipersoalkan sebelum ia dijatuhi hukuman?
Jawab:
a. Cara atau teknik perumusan tindak pidana:
a) Menentukan unsur kejadian
Contoh Pasal 338 KUHP, unsurnya adalah:
• Dengan sengaja (opzettelijk);
• Merampas (beroven);
• Nyawa (leven);
• Orang lain (een ander)
b) Menyebut nama kejadian
Contoh Pasal 351 ayat (1) KUHP
“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
c) Menyebutkan baik unsur maupun namanya
Contoh Pasal 338 KUHP: Pembunuhan, unsurnya:
• Dengan sengaja (opzettelijk);
• Merampas (beroven);
• Nyawa (leven);
• Orang lain (een ander)
b. Konsekuensi dibedakannya kejahatan dan pelanggaran dalam KUHPidana, yaitu:
a) Undang-undang telah tidak membuat suatu perbedaan antara opzet dan culpa di dalam pelanggaran;
b) Percobaan (poging) dalam suatu pelanggaran tidak dapat dihukum;
c) Keturutsertaan (medeplechtigheid) di dalam pelanggaran tidak dapat dihukum;
d) Di dalam pelanggaran, pengurus atau anggota pengurus ataupun para komisaris itu hanya dapat dihukum apabila pelanggaran itu telah terjdi dengan sepengetahuan mereka;
e) Di dalam pelanggaran itu tidak terdapat ketentuan bahwa adanya suatu “pengaduan” itu merupakan syarat penuntutan;
f) Jangka waktu kadaluarsanya (verjaring) hak untuk melakukan penuntutan (Pasal 78 ayat (1) angka 1 KUHP) dan hak untuk menjalani hukuman (Pasal 84 ayat (2) KUHP) pada pelanggaran itu pada umumnya adalah lebih singkat;
g) Peraturan mengenai hapusnya hak untuk melakukan penuntutan karena adanya suatu pembayaran secara sukarela dari nilai yang setinggi-tingginya (Pasal 82 ayat (1) KUHP) hanya berlaku bagi pelanggaran;
h) Adanya ketentuan tersendiri mengenai dapat disitanya benda-benda yang diperoleh karena pelanggaran;
i) Tindak pidana yang telah dilakukan oleh seorang WNI di luar negeri hanya menimbulkan hak untuk melakukan penuntutan oleh Penuntut Umum, apabila tindak pidana tersebut oleh UU Pidana yang berlaku di Indonesia telah terkualifikasikan sebagai kejahatan dan bukan pelanggaran;
j) Ketentuan-ketentuan menurut UU Pidana Indonesia itu hanya dapat diberlakukan terhadap pegawai negeri yang diluar Indonesia telah melakukan kejahatan-kejahatan jabatan dan bukan pelanggaran-pelanggaran jabatan;
k) Pasal-pasal penadahan (Pasal 480 KUHP dst) selalu mensyaratkan bahwa benda-benda yang bersangkutan haruslah diperoleh karena kejahatan dan bukan pelanggaran;
l) Dalam hal perbarengan (Concorsus) para pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang ringan lebih mudah daripada pidana berat (Pasal 65, 66-70 KUHP).
c. Dalam hal terjadinya seseorang yang disangka melakukan tindak pidana pertama-tama yang harus dipersoalkan sebelum ia dijatuhi hukuman adalah membuktikan bahwa perbuatannya tersebut harus bersifat melawan hukum (wederechtelijkheid) dan pelakunya harus dapat dipertanggungjawabkan. Berlaku asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (Geenstraf zonder schuld) dan tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan/ alasan pemaaf.
4. Salah satu unsur atau elemen dari tindak pidana adalah unsur melawan hukum, yang merupakan suatu penilaian objektif terhadap “feit” (perbuatan).
a. Jelaskan oleh Saudara pendapat dan perbedaan sifat melawan hukum beserta konsekuensinya;
b. Jelaskan pula perbedaan ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif dan positif disertai contohnya.
c. Apa akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidak dicantumkannya unsur melawan hukum dari suatu rumusan delik.
Jawab:
a. Perbedaan sifat melawan hukum dan konsekuensinya
Sifat melawan hukum dalam arti formal (wederechtelijk formele) yaitu suatu perbuatan hanya dapat dipandang sebagai bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut telah memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut undang-undang atau perbuatan yang melawan hukum positif tertulis.
Sifat melawan hukum dalam arti material (wederechtelijk materieele) yaitu suatu perbuatan dapat dipandang bersifat melawan hukum tidak hanya ditinjau apakah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum tertulis, melainkan juga harus ditinjau menurut asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis
Konsekuensinya jika dicantumkan secara tegas di rumusan delik dan ternyata tidak terbukti di sidang pengadilan maka putusannya harus vrijspraak (bebas), dan jika tidak dicantumkan secara tegas dalam delik dan ternyata tidak terbukti di pengadilan maka putusannya onslag van alle rechtsvevolging (lepas).
b. Perbedaan ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif dan positif
Ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi positif yaitu sekalipun tidak bertentangan dengan perundang-undangan (melawan hukum formal) tetapi sepanjang perbauatan terdakwa adalah tindakan-tindakan yang tercela, tidak sesuai dengan rasa keadilan, bertentangan dengan kewajiban hukum pelakunya, bertentangan dengan kepatutan sudah dapat dikatakan melawan hukum.
Contohnya: Arrest Dokter Hewan dari Desa Huizen tanggal 20 Februari 1933, Putusan MA RI tanggal 15 Desember 1933 No. 275K/Pid/1933 dalam Perkara Korupsi Bank Bumi Daya.
Ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi negatif yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis dan bersifat umum sehingga tidak menjadi perbuatan pidana.
Contohnya: Putusan MA tanggal 8 Januari 1966 Nomor 42K/Kr/1965
c. Akibat dalam lapangan hukum acara mengenai dicantumkan atau tidak dicantumkannya unsur melawan hukum dari suatu rumusan delik yaitu jika tercantum sebagai unsur delik maka harus dicantumkan dalam surat dakwaan dan kewajiban dari JPU untuk membuktikannya dalam sidang pengadilan; jika tidak tercantum sebagai unsur delik maka tidak perlu dicantumkan dalam surat dakwaan dan JPU tyidak perlu membuktikannya dalam sidang pengadilan.
5. Persoalan yang menyangkut ajaran sebab akibat dapat diterapkan dalam menentukan penentuan apakah perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Terkait dengan hal tersebut dikatakan bahwa teori sebab akibat dari von Buri adalah syarat mutlak (Conditio sine qua non).
a. Jelaskan teori ini;
b. Teori ini sangat memperluas dasar pertanggung jawaban pidana. Jelaskan dan beserta buktinya dengan contoh kasusnya.
Jawab:
a. Teori Conditio Sine Qua Non Von Buri
Intinya: Tiap perbuatan adalah sebab dari akibat.
Ini disebabkan karena untuk menentukan sesuatu akibat, tiap masalah yang merupakan syarat untuk timbulnya sesuatu akibat, adalah sebab dari akibat itu atau karena antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya terdapat suatu hubungan timbal balik, maka faktor-faktor tersebut dapat dipandang sebagi penyebab-penyebab dari suatu akibat yang telah timbul, sedang kepada semua faktor-faktor itu haruslah diberikan suatu nilai yang sama (teori ekuivalen).
b. Apabila menganut ajaran Von Buri, maka dasar pertanggungjawabannya sangat diperluas, disebabkan karena perbuatan-perbuatan yang jauh bangunannya dengan akibat, juga harus dianggap sebagi dari akibat. Jadi, ajaran Von Buri sangat memperluas strafrechtelijke aansprakellijkeheid.
Contoh:
A memukul B dan membuat kulit luka-luka ringan yang pada umumnya tidak mengakibatkan kematian. Berhubung luka-lukanya itu, B memerlukan perawatan dokter dan berjalan kaki menuju rumah sakit. Tapi dalam perjalanan, B ditabrak mobil C sehingga luka-luka berat, dan karena C tidak segera menolongnya, membuat B akhirnya mati.
Menurut Von Buri, apabila A tidak memukul B, B tidak akan menderita luka ringan. Jika B tidak luka ringan maka dia tidak perlu ke rumah sakit. Jika dia tidak perlu ke rumah sakit dia tidak akan luka berat ditabrak C. Jika C tidak menabraknya dia dapat sampai ke rumah sakit. Jika dia sampai kerumah sakit maka dia tidak akan mati.
Nampaklah dalam contoh ini batap lauasnya pertanggungjawaban pidana, sehingga ajaran Von Buri tidak dipergunakan dalam hukum pidana.
6. Berikan komentar Saudara terkait kasus video mesum, yang melibatkan anggota DPR (YZ) dan ME. Apakah masalah tersebut ada kaitannya dengan apa yang disebut “Klacht delict” ataukah “tidak”. Jelaskan secara tuntas!
Jawab:
Komentar saya terkait kasus video mesum yang melibatkan anggota DPR (YZ) dan penyanyi dangdut (ME) sangat memalukan.Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat yang duduk di dewan punya reputasi buruk bisa menjadi public figur yang baik. Karena kasus ini merupakan tindak pidana “perzinahan” (overspel) maka akan dikenai Pasal 284 ayat (1) angka 1 KUHP. Tetapi terkait adanya ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP, kasus ini termasuk delik pengaduan (Klacht delict) dan merupakan delik aduan absolute/ delik aduan mutlak yang artinya suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan dan yang diadukan hanyalah perbuatannya saja. Yang merasa dirugikan, dialah yang mengadu. Tetapi karena YZ disini adalah anggota DPR selain pengaduan dari pihak yang dirugikan dia juga dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan DPR.
7. Suatu peristiwa tragis terjadi di wilayah hukum Bandung Timur, dimana Aniek Qoriah S., tega menghabisi ketiga anaknya yang notabene masih anak-anak yang memerlukan perhatian dan perlindungan dari kedua orang tuanya. Melalui suatu pemeriksaan yang intensif terungkap bahwa Aniek Qoriah S. dengan tega membunuh ketiga anaknya karena dengan alasan takut tidak bisa membahagiakan anak di masa depan, dan merasa takut pula bila nanti anaknya hidup susah.
Berkaitan dengan kasus diatas, masalah apa saja yang dapat Saudara kemukakan dengan memperhatikan:
a. Masalah pokok hukum pidana, yaitu pertanggungjawaban hukum pidana (mens-rea);
b. Teori-teori dan bentuk kesengajaan;
c. Bagaimanakah dengan kealpaan disadari (bewuste schuld);
Jelaskan secara tuntas dan apakah kasus tersebut ada kaitan dengan ketentuan dalam Pasal 44 KUHP.
Jawab:
a. Mengenai pertanggungjawaban hukum pidana (mens-rea).
Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh psikiater maka kejiwaan ibu Aniek S. Qoriah dinyatakan terganggu. Oleh karena itu, tindakannya membunuh ketiga anaknya menjadi tidak dipidana karena adanya ketentuan Pasal 44 KUHP ayat (1) “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.” Karena perbuatan ibu Aniek S.Qoriah tidak dapt dipertanggunjwabkan kepada dirinya karena adanya gangguan kejiwaan, maka berdasarkan Pasal 44 ayat (2) KUHP:”Jika ternyata perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supayta orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagi percobaan”, maka hakim memerintahkan ibu Aniek masuk ke rumah sakit jiwa selama satu tahun sabagai masa percobaan.
b. Teori dan Bentuk Kesengajaan
Sengaja dengan maksud (opzet als oogmerk)
Intinya melakukan tindakan yang terlarang secara dikehendaki dan dimengerti
Jadi apabila seseorang pada waktu ia melakukan suatu tindakan untuk menimbulkan suatu akibat terlarang,menyadari bahwa akibat tersebut pasti akan timbul atau mungkin dapat timbul karena tindakan yang sedang ian lakukan, sedangkan timbulnya akibat itu memang ia kehendaki, maka apabila kemudaian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena perbuatannya maka orang tersebut melakukan sengaja dengan maksud.
Contoh:
Apabila seseorang bermaksud membunuh lawannya dengan cara menembak orang tersebut dengan pistol. Ia juga menyadari bahwa apabila lawannya ditembak dengan jarak sangat dekat maka lawannya akan pasti atau mungkin mati. Karena matinya lawan memang ia kehendaki dan sebelum melakukannya ia pun telah mengetahui atau telah menyadari bahwa lawannya itu pasti atau mungkin akan meninggal dunia karena tembakannya, maka apabila ia benar-benar melakukannya dan lawannya benar-benar meninggal dunia maka ia sengaja melakukan dengan maksud.
Sengaja dengan kesadaran kepastian (opzet bij zakerheids-bewustzijn)
Intinya melakukan tindakan yang terlarang yang dilandasi oleh kesadaran akan kepastian (tentang timbulnya akibat lain daripada akibat yang memang ia kehendaki.
Contoh:
Dalam kasus diatas, apabila dalam melakukan niatnya itu, secara kebetulan terdapat orang lain yang ia ketahui atau ia sadari bahwa orang lain yang tidak bermaksud untuk membunuhnya itu pasti akan ikut tertembak mati, apabila ia melepaskan tembakan terhadap lawannya dan apabila kemudian orang lain itu telah ikut tertembak dan mati, maka ia telah melakukan sengaja dengan kesadaran kepastian.
Sengaja dengan kesadaran kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn)
Intinya apabila adanya kesadaran tentang timbulnya kemungkinan akibat lain dan akibat itu tidak membatalkan niatnya, dan kemudian ternyata bahwa akibat semacam itu benar-benar teerjadi ia dapat disebut melakukan sengaja dengan kesadaran kemungkinan.
Contoh:
Dalam kasus diatas, pelaku yang bersangkutan pada waktu ia melakukan perbuatannya untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang undang-undang telah menyadari kemungkinan menimbulkan suatu akibat yang lain daripada akibat yang memang ia kehendaki. Jadi jika kemungkinan yang ia sadari itu menjadi kenyataan, maka ia dikatakan mempunyai kesengajaan.
c. Kealpaan disadari (bewuste schuld)
Terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya. Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu, tetapi akibat itu timbul juga.
Contohnya:
Mengendarai mobil yang remnya blong, supaya tidak terjadi kecelakaan maka ia menjalankannya dengan pelan-pelan dan memilih jalan yang tidak rawan, tetapi tabrakanterjadi juga.
8. Dalam teori Hukum Pidana dikenal 3 (tiga) alasan penghapusan pidana. Sebutkan alasan-alasan penghapusan pidana menurut teori hukum pidana tersebut.
Jawab:
Dalam teori Hukum Pidana dikenal 3 (tiga) alasan penghapusan pidana, yaitu:
(1) Alasan pembenar (rechtsvaardigingstheorie): yaitu alasan yang mengahapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
Terdapat dalam Titel Ketiga Buku Pertama KUHP yaitu Pasal 48 KUHP tentang daya paksa (overmacht), Pasal 49 ayat (1) mengenai pembelaan terpaksa (noodweer), Pasal 50 mengenai melaksanakan undang-undang, Pasal 51 ayat (1) tentang melaksanakan perintah atasn (ambtelijk bevel).
(2) Alasan pemaaf (schulduitsluitingstheorie): yaitu alasan yang menghapusakan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan tindk dipidana, tetapi di atidak dapat dipidana, karena tidak ada kesalahan.
Terdapat dalam Pasal 48 KUHP tentang daya paksa (overmacht), Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan yang melampaui batas (noodweer-excess), Pasal 51 ayat (2) (alasan penghapus) tentang penuntutan pidana tentang perintah jabatan yang tanpa wenang.
(3) Alasan penghapus penuntutan (vervolgingssuitsluiting gronden): disini masalahnya bukan alasan pembenar atau pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan atau mengenai sifatnya pelaku, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak dilakukan penuntutan. Yang menjadi pertimbangan disini adalah kepentingan umum. Kalau perkaranya tidak dituntut tentunya pelaku tidak dapt dijatuhi pidana.
Contoh Pasal 53, kalau terdakwa dengan sukarela mengurungkan niatnya percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.
----------Selamat Bekerja----------
Pembahasan oleh:
1. Kardoman Tumangger
2. Gilbert Orlando Sitorus
3. Kartini Corytien Pardosi
Thanks and dedicated to: Jesus Christ my Saviour
Wednesday, January 02, 2008
Materi Ujian Akhir Semester HTN Tahun Akademik 2007/2008
Materi Ujian Akhir Semester
PENGANTAR
HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA
OLEH:
KARDOMAN TUMANGGER
110110060381
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2006
1. Pengertian dan Ruang Lingkup HTN
a. Pengertian HTN menurut para pakar
b. Ruang lingkup HTN (terutama JHA. Logemann dan Usep Ranawidjaya)
c. Hubungan HTN dengan Ilmu Kenegaraan lainnya (terutama dengan HAN, Ilmu Negara, Ilmu Politik dan Perbandingan HTN)
(Soal UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999)
2. Konvensi Ketatanegaraan
a. Pengertian konvensi ketatanegaraan menurut para pakar
b. Hubungan konvensi dengan konstitusi
c. Alasan konvensi ditaati
d. Contoh konvensi di Indonesia dan di negara lain
(Soal UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999, UAS 1997, UAS 1995)
3. Sistem Pemerintahan
a. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil dan sistem parlementer menurut para pakar (Sri Soemantri, C. F. Strong, Alan R. Ball)
b. Sistem Pemerintahan yang diterapkan di Indonesia beserta landasan hukumnya
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999, UAS 1995)
4. Konstitusi
a. Materi Muatan Konstitusi (terutama menurut Sri Soemantri dan Miriam Budiardjo)
b. Metode/ Cara Perubahan Konstitusi
c. Sejarah Konstitusi/ Ketatanegaraan Indonesia
d. Nilai Konstitusi dan contohnya
e. Sifat Konstitusi
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1995)
5. Sistem Badan Perwakilan
a. Teori Sistem Badan Perwakilan
b. Sistem Badan Perwakilan yang dipakai di Indonesia menurut UUD 1945
(Soal UAS 2007)
6. Pemilihan Umum
a. Cara penetapan pejabat negara
b. Sistem Pemilu dan Sistem Pemilu di Indonesia
c. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu
d. Sistem Kepartaian
e. Fungsi dan Tujuan Partai Politik
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1997, UAS 1995)
7. Hak Asasi Manusia
a. Jenis-jenis HAM menurut perkembangannya
b. HAM dalam UUD 1945 dan UUD 1945 Amandemen
(Soal UAS 2007, UAS 2006)
8. Pemerintahan Daerah
a. Asas-asas Pemerintahan Daerah
b. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
c. Perbedaan Hubungan Pemerintah Daerah dengan Permerintah Pusat dalam negara kesatuan dengan negara federal
d. Letak Hukum Pemerintahan Daerah dalam HTN-HAN
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 1999)
9. Hukum Kewarganegaraan
a. Asas-asas dalam menentukan kewarganegaraan
b. Pentingnya status kewarganegaraan
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2004, UAS 1999)
10. Materi-materi lainnya
a. Perbedaan Meteri Muatan UU Darurat, UU, Perpu ( Soal UAS 2006)
b. Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara khususnya kedudukan MPR dan MK menurut UUD 1945 dan UUD 1945 Amandemen (Soal UAS 2007, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003)
c. Pembentukan UU khususnya hak uji materiil (Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 1999)
11. Isitilah-istilah HTN yang sering ditanyakan:
a. Staatsrecht in ruimere zin dan staatsrecht in engere zin
b. Hak uji materiil dan hak uji formil
c. Separation of powers dan division of powers
d. Rigid Constitution dan Flexible Constitution
e. Otonomi Daerah, Desentralisasi, dan Dekonsentrasi
f. Revolusi, Coup d’etat,dan Pronunciamento.
g. Undang-undang organik dan Undang-undang non-organik
h. Sumber hukum materiil (welborn) dan sumber hukum formil (kenborn)
i. Amandemen dan referendum
j. Mahkamah Konstitusi, Komisi Konstitusi dan Dewan Perwakilan Daerah
PENGANTAR
HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA
OLEH:
KARDOMAN TUMANGGER
110110060381
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2006
1. Pengertian dan Ruang Lingkup HTN
a. Pengertian HTN menurut para pakar
b. Ruang lingkup HTN (terutama JHA. Logemann dan Usep Ranawidjaya)
c. Hubungan HTN dengan Ilmu Kenegaraan lainnya (terutama dengan HAN, Ilmu Negara, Ilmu Politik dan Perbandingan HTN)
(Soal UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999)
2. Konvensi Ketatanegaraan
a. Pengertian konvensi ketatanegaraan menurut para pakar
b. Hubungan konvensi dengan konstitusi
c. Alasan konvensi ditaati
d. Contoh konvensi di Indonesia dan di negara lain
(Soal UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999, UAS 1997, UAS 1995)
3. Sistem Pemerintahan
a. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil dan sistem parlementer menurut para pakar (Sri Soemantri, C. F. Strong, Alan R. Ball)
b. Sistem Pemerintahan yang diterapkan di Indonesia beserta landasan hukumnya
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1999, UAS 1995)
4. Konstitusi
a. Materi Muatan Konstitusi (terutama menurut Sri Soemantri dan Miriam Budiardjo)
b. Metode/ Cara Perubahan Konstitusi
c. Sejarah Konstitusi/ Ketatanegaraan Indonesia
d. Nilai Konstitusi dan contohnya
e. Sifat Konstitusi
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1995)
5. Sistem Badan Perwakilan
a. Teori Sistem Badan Perwakilan
b. Sistem Badan Perwakilan yang dipakai di Indonesia menurut UUD 1945
(Soal UAS 2007)
6. Pemilihan Umum
a. Cara penetapan pejabat negara
b. Sistem Pemilu dan Sistem Pemilu di Indonesia
c. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu
d. Sistem Kepartaian
e. Fungsi dan Tujuan Partai Politik
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003, UAS 1997, UAS 1995)
7. Hak Asasi Manusia
a. Jenis-jenis HAM menurut perkembangannya
b. HAM dalam UUD 1945 dan UUD 1945 Amandemen
(Soal UAS 2007, UAS 2006)
8. Pemerintahan Daerah
a. Asas-asas Pemerintahan Daerah
b. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
c. Perbedaan Hubungan Pemerintah Daerah dengan Permerintah Pusat dalam negara kesatuan dengan negara federal
d. Letak Hukum Pemerintahan Daerah dalam HTN-HAN
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2005, UAS 1999)
9. Hukum Kewarganegaraan
a. Asas-asas dalam menentukan kewarganegaraan
b. Pentingnya status kewarganegaraan
(Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 2004, UAS 1999)
10. Materi-materi lainnya
a. Perbedaan Meteri Muatan UU Darurat, UU, Perpu ( Soal UAS 2006)
b. Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara khususnya kedudukan MPR dan MK menurut UUD 1945 dan UUD 1945 Amandemen (Soal UAS 2007, UAS 2005, UAS 2004, UAS 2003)
c. Pembentukan UU khususnya hak uji materiil (Soal UAS 2007, UAS 2006, UAS 1999)
11. Isitilah-istilah HTN yang sering ditanyakan:
a. Staatsrecht in ruimere zin dan staatsrecht in engere zin
b. Hak uji materiil dan hak uji formil
c. Separation of powers dan division of powers
d. Rigid Constitution dan Flexible Constitution
e. Otonomi Daerah, Desentralisasi, dan Dekonsentrasi
f. Revolusi, Coup d’etat,dan Pronunciamento.
g. Undang-undang organik dan Undang-undang non-organik
h. Sumber hukum materiil (welborn) dan sumber hukum formil (kenborn)
i. Amandemen dan referendum
j. Mahkamah Konstitusi, Komisi Konstitusi dan Dewan Perwakilan Daerah
Tuesday, November 27, 2007
Ada yang baru tentang Top Universitas Dunia
Ada yang baru tentang Top Universitas Dunia.
Kebayang gak sih untuk pertama kalinya UI harus tuduk pada UGM?
Tapi mkalo menurut aku pribadi, THES itu bukannya bukan objektif tapi mereka kan gak terlalu tahu banyak tentang keadaan seseungguhnya di Indonesia?
Jadi kalo aku berpendapat, yah jadikan Peringkat THES sebagai acuan tapi bukan pedoman.
Justru menurut aku, Hasil Survei PDAT Koran Tempo lebih baik daripada THES,......
Lagian kejamnya mereka, masa cuma 3 Universitas di Indonesia yang masuk jajaran 400 peringkat dunia?
Tapi bagi yangbelum lihat nih gue copyin buat kamu semua......
Tapi masih ada satu survei yang terpercaya tentang peringkat Universitas dunia, yaitu Jia Tong University dariHhongkong, kita tunggu aja gimana pendapat mereka tentang Universitas di Indonesia.
Kebayang gak sih untuk pertama kalinya UI harus tuduk pada UGM?
Tapi mkalo menurut aku pribadi, THES itu bukannya bukan objektif tapi mereka kan gak terlalu tahu banyak tentang keadaan seseungguhnya di Indonesia?
Jadi kalo aku berpendapat, yah jadikan Peringkat THES sebagai acuan tapi bukan pedoman.
Justru menurut aku, Hasil Survei PDAT Koran Tempo lebih baik daripada THES,......
Lagian kejamnya mereka, masa cuma 3 Universitas di Indonesia yang masuk jajaran 400 peringkat dunia?
Tapi bagi yangbelum lihat nih gue copyin buat kamu semua......
THES - QS World University Rankings 2007 - Top 400 Universities
Discover the brand new THES - QS World University Rankings. How do they compare to last year's rankings? And who is number one? Click the institute names to be directed to the profile of the chosen university.
Tapi masih ada satu survei yang terpercaya tentang peringkat Universitas dunia, yaitu Jia Tong University dariHhongkong, kita tunggu aja gimana pendapat mereka tentang Universitas di Indonesia.
Subscribe to:
Posts (Atom)